ASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH - SELAMAT DATANG DI SITUS BaZIS KECAMATAN CIOMAS - MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI DAN SILATURAHMI BaZIS CIOMAS DENGAN MASYARAKAT

Senin, 05 Maret 2012

Menggandakan Keshalihan Dengan Sedekah

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih awal menjelang ashar. Isteri beliau, Fatimah binti Muhammad menyambut kedatangan suaminya yang seharian mencari rezeki dengan sukacita. Menerka-nerka seberapa banyak rezeki yang dibawa Ali, mengingat keperluan di rumah yang semakin besar. Namun harapan Fatimah tak tertuai, Ali berkat, “Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun.”

Tidak ada gurat kecewa dari puteri Rasulullah itu, sebaliknya ia menyambut suaminya dengan senyum terindah. “Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala” sebuah jawaban yang sejuk terasa hingga ke dalam dada Ali. “Terima kasih,” jawab Ali lembut. Ali tertunduk seraya bersyukur memiliki isteri yang tawakkal, meski keperluan dapur sudah habis sama sekali. Tak sedikit pun Fatimah menunjukan sikap kecewa atau sedih.

Tak berapa lama, Ali berangkat ke masjid untuk sholat berjamaah. Sepulang dari masjid, seorang tua menghentikan langkahnya, “Maaf anak muda, betulkah engkau Ali putera Abu Thalib?” Ali menjawab dengan heran. “Ya betul. Ada apa, Tuan?”. Kemudian orang tua itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya seraya berkata, “Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar upahnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya.” Dengan gembira Ali menerima haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.

Pulang dari masjid dengan membawa sejumlah uang, tentu saja membuat Fatimah tersenyum gembira. Ia meminta suaminya segera membelanjakan kebutuhan sehari-hari di pasar. Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau meminjamkan hartanya karena Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.” Tanpa berpkir panjang, Ali memberikan seluruh uang miliknya kepada orang itu. Ia pun kembali ke rumah sebelum sempat membeli satu barang pun di pasar.

Ali kembali dengan tangan hampa, membuat Fatimah heran. Kepada isterinya, Ali menceritakan peristiwa yang baru saja dialaminya, lagi-lagi Fatimah, wanita yang dijanjikan Rasulullah pertama kali masuk surga itu pun tersenyum, “Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita meminjam harta karena Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan yang akan menutup pintu surga untuk kita.”

Dalam kisah lain, dengan susah payah seorang pengemis datang memasuki Masjid Nabawi di Madinah untuk meminta sesuatu. Sayang, ia hanya melihat orang-orang melaksanakan shalat dengan khusyuk. Rasa lapar yang kuat mendorongnya untuk meminta-minta kepada orang-orang yang sedang shalat. Namun tak satupun menghiraukan dan tetap khusyuk dalam shalatnya.

Diambang keputusasaannya, pengemis itu mencoba menghampiri seseorang yang khusyuk melakukan rukuk. Kepadanya ia minta belas kasihan. Ternyata kali ini ia berhasil. Masih dalam keadaan rukuk, orang itu memberikan cincin besinya kepada pengemis itu. Tidak lama setelah itu, Rasulullah memasuki masjid, melihat pengemis itu lalu mendekatinya.

“Adakah orang yang telah memberimu sedekah?”
“Ya, alhamdulillah.”
“Siapa dia?”
“Orang yang sedang berdiri itu,” kata si pengemis sambil menunjuk dengan jari tangannya.”
“Dalam keadaan apa ia memberimu sedekah?”
“Sedang rukuk!”
“Ia adalah Ali bin Abi Thalib,” kata Nabi. Ia lalu mengumandangkan takbir dan membacakan ayat, “Dan barang siapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama Allah) itulah yang pasti menang.” (Al-Maidah: 56).

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa kisah tersebut di atas adalah faktor yang menjadi sebab turunnya ayat sebelumnya, yaitu “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (Al-Maidah: 55). Asbabun-nuzul ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Shofyan Ats-Tsauri.

Rasulullah memberikan penghargaan tinggi kepada Ali bin Abi Thalib karena tindakannya yang terpuji. Bahkan Allah SWT menjadikan tindakannya itu sebagai sebab turunnya suatu ayat. Ali bin Abi Thalin telah mengajarkan kepada kita tentang makna kesalihan. Bahwa kesalihan bukan hanya soal hubungan antara ia dan Tuhannya, melainkan juga ia dan lingkungan sekitarnya. Ibadah ritual yang berdimensi vertikal tidak cukup untuk meraih predikat salih, mesti diwujudkan secara nyata dengan saling berkasih sayang terhadap sesama makhluk Allah di muka bumi.

Semestinya, kesalihan sosial menjadi bentuk nyata dari kesalihan ritual seseorang. Semakin khusyuk ia beribadah kepada Allah, semakin dekat ia dengan orang-orang miskin, anak yatim dan kaum dhuafa lainnya. Semakin rajin ia menegakkan shalat, semakin rutin pula ia bersedekah menyantuni kaum fakir. Sebab kesalihan ritual dan kesalihan sosial tidak terpisah satu sama lain dan menjadi cermin pribadi salih sesungguhnya.

Bagaimana mungkin orang bisa khusyuk beribadah sementara tetangganya merintih kelaparan? bagaimana bisa seseorang rajin mengunjungi Mekah dan Madinah untuk berhaji sedangkan anak-anak yatim di sekitarnya terlantar? Ketika para jamaah berhamburan keluar usai melakukan shalat berjamaah, namun di pelataran masjid ratusan tangan pengemis terjulur meminta sedekah. Sungguh sebuah pemandangan yang memaksa kita bertanya, “sudah cukupkah kesalihan kita?”

Selasa, 21 Februari 2012

Pesona Ekonomi Islam dan Kerapuhan Kapitalisme

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Memasuki awal tahun 2012 ekonomi Islam di Indonesia kembali menunjukkan pertumbuhan yang signifikan di tengah terpaan krisis dan perlambatan ekonomi dunia yang terjadi di Amerika dan Eropa, dengan pencapaian yang luar biasa oleh sistem keuangan Islam di Indonesia baik lembaga perbankan syariah maupun industri keuangan Islam lainnya seperti takaful, pasar modal, zakat, wakaf dan institusi keuangan mikro syariah akan memudahkan  proses  sosialisasi dan kepercayaan masyarakat terhadap ekonomi Islam khususnya perbankan syariah atau Islam.

Pesona Ekonomi Islam 

Berdasarkan data perbankan syariah Indonesia pertumbuhan perbankan konvensional jauh ketinggalan oleh bank syariah dimana bank syariah mengalami pertumbuhan sekitar 40 persen per tahun dalam sepuluh tahun terakhir sementara perbankan konvensional hanya 20 persen. Dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia bulan Oktober 2011, total asset perbankan syariah mencapai Rp 125, 5 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp 97, 5 triliun dari tahun 2010 dan mencapai pasar sekitar 4 persen dari total kue industri perbankan nasional. Pertumbuhan perbankan syariah tahun ini adalah yang tertinggi sejak tahun 2005.

Sementara dari segi tingkat pengumpulan dana pihak ketiga dan pembiayaan ke masyarakat masing–masing mencapai Rp 97, 8 triliun dan Rp 92, 8 triliun dengan tingkat financing to deposit rasio (FDR) berada pada kisaran 95, 7 persen dan dari faktor kinerja perbankan syariah pada akhir September 2011, BOPO (Biaya Operasi Pendapatan Operasional), ROA (Return on Asset) dan NPF (Non Performancing Financing) masing–masing berada pada 77.5 persen, 1.8 persen dan 2.0 persen.

Sementara berdasarkan dengan jumlah bank syariah di Indonesia jumlahnya tidak mengalami penambahan yang signifikan dari tahun 2010 ke 2011 dimana jumlahnya 11 Bank Umum Syariah  (BUS) dan 23 Unit Usaha Syariah (UUS) namun untuk jumlah Badan Perkrediatan Rakyat Syariah (BPRS) mencapai 153 yang mengalami penambahan 3 BPRS dari tahun 2011, dan dari jangkauan perluasan kantor agak signifikan untuk BUS, UUS, dan BPRS berada pada kisaran masing-masing 1.354, 301 dan 362,  dimana secara geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah juga telah menjangkau masyarakat di lebih 89 kabupaten/kota di 33 provinsi.

Proyeksi dan Harapan 

Dengan geliat perkembangan ekonomi syariah yang memukau, berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh  peneliti Bank Indonesia oleh Rifki Ismal, Ascarya dan Ali Sakti (2012) memperkirakan secara moderat perbankan syariah nasional akan tumbuh 36 persen pada tahun 2012 namun apabila terjadi gesekan krisis global yang keras terhadap perekonomian Indonesia atas bangkrutnya negara Eropa dan Amerika maka secara pesimis pertumbuhan perbankan nasional diperkirakan 29 persen akan tetapi apabila terjadi kondisi yang lebih optimistik terhadap infrastruktur perbankan syariah seperti bertambahnya bank syariah dan unit usaha syariah dan ekonomi nasional yang meningkat maka diperkirakan oleh hasil proyeksi tahun 2012 perbankan syariah akan tumbuh sebesar 45 persen.

Pengamat ekonomi Islam dan pengurus pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Ali Rama (2012) yang menyelesaikan studinya di Malaysia merekomendasikan kepada para praktisi perbankan syariah agar membuat segmentasi pasar dengan fokus pada branding tertentu  dalam menguasai pasar misalnya BSM fokus menggarap pasar konsumer ritel, BRI Syariah fokus pada UMKM, BMI dan BNI Syariah pada pembiayaan korporasi, kondisi ini akan jauh efektif dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi riil dan meningkatkan asset perbankan syariah. Menurut Ali Rama sudah saatnya pelaku perbankan syariah melirik dan bermain dalam mega proyek infrastruktur dengan meningkatkan dan mengembangkan produk dan layanan pada jasa industri misalnya dengan bekerja sama pemerintah lewat proyek Master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang menguasai enam koridor ekonomi nasional.

Perkembangan yang pesat perbankan syariah dengan jumlah asset pertumbuhan yang makin meningkat dan melebihi perkembangan perbankan konvensional dan tidak akan  menutup kemungkinan  posisi perbankan konvensional akan digeser oleh bank syariah sebagai pemain utama perbankan nasional seperti yang terjadi di Malaysia namun di sisi lain muncul kegelisahan dan harapan agar manfaat ekonomi Islam lebih dirasakan oleh masyarakat kecil seperti pelaku usaha mikro-kecil dan masyarakat miskin karena manfaatnya masih terbatas oleh kalangan tertentu bahkan tidak menutup kemungkinan dirasakan pemilik modal bank syariah yang berada di luar negeri yang menjadi pemilik (pemegang saham), sehingga perlu ada perhatian oleh semua pihak baik pemerintah lewat regulasinya, akademisi dan praktisi untuk duduk bersama memikirkan agar  masyarakat yang selama ini belum terjangkau dapat ikut merasakan manfaat perbankan syariah.

Kerapuhan Kapitalisme

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika dan kawasan Eropa mengindikasikan akan kegagalan ekonomi kapitalisme sampai mengakibatkan kampanye anti kapitalisme di Amerika dan Eropa sebagai bentuk rasa kecewa dan frustasi terhadap praktek kapitalisme yang mengakibatkan makin tingginya kesenjangan antara si miskin dan si kaya di Amerika dan Eropa, di Amerika gerakan anti kapitalisme menamakan dirinya dengan gerakan Occupy Wall Street yang menuntut untuk menutup wall street yang menjadi otak atas kekacauan ekonomi global dan keuangan saat ini dan penolakan terhadap kerakusan sistem perbankan konvensional dan perusahaan multinasional yang mengambil keuntungan yang dibantu oleh program liberalisasi atas nama demokrasi di seluruh penjuru dunia.

Fakta dari krisis keuangan Amerika dan Eropa menunjukkan kepada kita bahwa sistem kapitalisme gagal menyelesaikan permasalahan ekonomi dan kesenjangan sosial di negara-negara yang menganutnya, justru kapitalisme adalah aktor dibalik setiap kemiskinan dan sumber utang yang mengakibatkan bangkrutnya negara seperti yang terjadi di Yunani dan menyusul negara Eropa lainnya seperti Portugal, Irlandia, Inggris, dan Spanyol yang rasio utangnya sudah di ambang 100 persen.

Namun, di sisi lain dampak krisis keuangan global terhadap ekonomi dalam negeri tidak terlalu kritis karena perekonomian dalam negeri lebih dikuasai oleh industri riil atau usaha kecil menengah (UKM) yang mengcover ekonomi dalam negeri sampai angka 60 persen, yang menjadi kegelisahan bisa terjadi pada sektor perbankan konvensional masih belum tahan terhadap krisis keuangan karena masih menggunakan sistem bunga dan turunan kapitalisme lewat fiat money (uang kertas) yang mengembangbiakkan uang lewat sistem moneter  yang sangat rapuh terhadap krisis dan merugikan ekonomi sektor riil, sementara perbankan syariah sudah menjauhi sistem tersebut sehingga mampu bertahan dari terpaan krisis.

Dari rentetan krisis ekonomi dan kemiskinan yang diakibatkan oleh kapitalisme maka ekonomi Islam sebagai solusi, walaupun dengan segala kelemahannya sebagai sistem ekonomi yang masih baru sehingga di sebagian masyarakat masih belum bisa menerima secara luas ekonomi Islam. Oleh karena itu diperlukan kajian dan penelitian untuk mengembangkan ekonomi Islam melalui perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya agar dapat diterapkan secara menyeluruh oleh masyarakat sebagaimana yang pernah diterapkan pada era pertama kebangkitan ekonomi Islam. Ekonomi Islam tidak sekadar alternatif tetapi perlahan namun pasti menjelma menjadi pilihan utama sistem ekonomi bangsa pada masa mendatang. Kita semakin yakin nilai-nilai syariah pasti memberikan kemaslahatan bagi kehidupan berbangsa kita. Wallahu ‘alam.

Sabtu, 11 Februari 2012

Kiat Sukses Berinteraksi Dengan Al-Quran

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Untuk mengembalikan kita pada pola interaksi yang benar terhadap al-Quran, sehingga al-Quran kembali menjadi sumber kekuatan kita untuk membangun peradaban (iman dan islam), kiat-kiat berikut ini sangat perlu diwujudkan.

Pertama: Tilawah wa Tartil (selalu membaca dengan benar)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan secara lebih serius antara lain

•    Dengan membaca al-Quran secara berkesinambungan akan menambah iman kepada Allah SWT

\"Sesungguhnya orang-orang yang beriman [sempurna ] ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.\" (QS. Al Anfal (8) : 2).

•    Mendatangkan petunjuk, menjadi obat berbagai penyakit di dalam dada, serta rahmat dan nasihat

\"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.\" (QS. Yunus (10) : 57).

•    Suka membaca indikator mutu keimanan seseorang

\"Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya[tidak merubah dan mentakwilkan sesuka hatinya], mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi.\" (QS. Al Baqarah (2) : 121).


•    Membaca secara tekun menambah kebaikan yang banyak, baik dalam keadaan miskin ataupun kaya

\"Dan Ini (Al-Quran) adalah Kitab yang telah kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.\" (QS. Al Anam (6) : 92)

•    Membaca secara tartil akan mendatangkan perkataan yang berbobot, melepaskan manusia dari belenggu kesesatan, mencerahkan pikiran dan hati yang kalut serta merasakan kegembiraan dalam mengelola pasang surut (fluktuasi) kehidupan.

\"Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.\" (QS. Al Muzzammil (73) : 5).

•    Membaca secara berkelompok akan mendatangkan ketenangan dan rahmat serta syafaat pada hari kiamat (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua: Tadabbur (merenungkan isinya)

•    Mentadabburi Al-Quran bisa membuka hati untuk menerima petunjuk Allah SWT  dan memperoleh pelajaran yang sangat berharga

\"Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.\" (QS.Shad (38) : 29).

•    Yang membaca Al-Quran tanpa dibarengi dengan tadabbur (merenungkan kandungannya) akan mendatangkan bencana

Ketiga: Hifz (menghafalkan)

•    Al-Quran mudah dihafalkan sekalipun yang melakukannya bukan orang Arab (‘ajam), karena kata-katanya, huruf-hurufnya, susunan kalimatnya, uslub (gaya bahasanya) sesuai dengan fithrah manusia.
\"Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.\" (QS. Al Qamar (54) : 17, 22, 23, 40).

•  Biasanya, sulit menghafalkan Al-Quran karena banyak melakukan dosa
                 
Imam Syafii mengadu kepada guruku Waki’, atas kejelekan hafalan al-Qurannya. \"Maka ia membimbingku agar meninggalkan masiat. Karena ilmu itu cahaya, cahaya Allah tiada akan diberikan kepada yang berdosa, \" ujar Imam Syafii.

•    Penghafal Al-Quran terhindar dari kepikunan, setelah meninggal jasadnya diharamkan oleh Allah SWT untuk dilukai bumi
•    Hafalan Al-Quran akan mengembangkan saraf otak (penelitian di Universitas Munich, Jerman).

Keempat: Ta’lim (mengajarkannya kepada orang lain)

•    Generasi yang dekat dengan Allah SWT adalah yang tidak berhenti belajar dan mengajarkan Al-Quran (QS. Ali Imran 3) : 79 )

\"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT], karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.\"

Kelima: Istima’ (selalu mendengarkannya secara berkesinambungan)

•    Yang senang mendengarkan Al-Quran adalah manusia pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala

\"Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al-Quran kepada mereka, mereka berkata: \"Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?\" katakanlah: \"sesungguhnya aku Hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku. Al-Quran ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.\"
(QS. Al Araf (7) : 203).

Allah SWT memberi satu mulut dan dua telinga adalah untuk mendidik manusia supaya sedikit bicara (hemat kata) dan banyak mendengar (perkataan ahli hikmah).  Kualitas kepemimpinan seseorang diukur tidak dari banyaknya meriwayatkan (katsratur riwayah), tetapi banyak melayani yang dipimpin dan mendengarkan aspirasinya (katsratur ri’ayah wal istima’).
Orang yang tidak senang mendengarkan Al-Quran cenderung menutup diri, sehingga dijauhkan dari petunjuk, sebagaimana umat Nabi Nuh as. Mudah-mudahan,kita bukan dari bagian itu.

Jumat, 10 Februari 2012

Pelangi dan Hikmahnya

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa.” (QS 49:13).

Kombinasi proses pembiasan dan pemantulan cahaya matahari oleh butir-butir air hujan menghasilkan pelangi yang indah melengkung di langit. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu adalah warna lengkapnya yang mengungkapkan hakikat warna cahaya matahari. Keragaman warnanya hanya ditampakkan untuk menunjukkan keindahan. Hijaunya daun, merahnya mawar, kuningnya emas, putihnya melati, serta birunya langit dan laut tampak karena sifat pantulan, serapan, atau hamburan warna cahaya matahari oleh masing-masing zat tersebut.

Dari segi spektrum energinya, komponen cahaya matahari yang paling kuat adalah cahaya kuning. Tetapi hal itu tidak menjadikan seluruh alam jadi tampak kuning. Masing-masing komponen warna punya perannya masing-masing untuk menunjukkan keindahan alam raya. Ketika bersatu dalam satu berkas cahaya, kita tidak mengenali bahwa cahaya matahari sesungguhnya terdiri dari banyak komponen. Semuanya tampak menyatu. Pelangi menunjukkan keberagaman komponen cahaya matahari dalam keharmonisan dan keindahan.

Pelangi dan cahaya matahari adalah suatu pelajaran tentang persatuan yang hakiki. Karakteristik masing-masing komponen tidak harus ditonjolkan, dihilangkan, atau diseragamkan, karena keanekaragaman adalah suatu kekayaan. Masing-masing komponen punya peran dan keunggulan tersendiri. Kekuatan mayoritas pun tidak boleh memaksakan atau mendominasi.

Allah menciptakan manusia berkelompok-kelompok (QS 49:13). Dengan kekhasannya masing-masing, anggota kelompok bisa saling mengenal lebih dekat karena kemiripan tradisi, visi, dan misi mereka. Masing-masing kelompok punya karakteristik yang tidak harus dibaurkan atau diseragamkan demi persatuan. Berbangsa-bangsa dan berkelompok-berkelompok itu agar saling mengenal dalam kelompok kecil tersebut, demikian firman-Nya. Bukan untuk berpecah dengan kelompok lain. Bukan untuk membanggakan kelompoknya atau merendahkan lainnya.

Bersuku-suku, berpartai-partai, atau berkelompok-kelompok adalah sunatullah. Biarlah ada suku A, B, atau C. Biarlah ada partai K, L, atau M. Biarlah ada ormas X, Y, atau Z. Keanekaragamannya seindah pelangi. Tetapi ketika dipersatukan dalam memperjuangkan tegaknya agama Allah, semua menyatu seperti seberkas cahaya matahari yang cemerlang.

Tidak ada suku, partai, atau kelompok yang merasa paling unggul, paling kokoh, paling banyak pendukungnya, paling reformis, atau paling baik dengan merendahkan lainnya. Kelompok yang direndahkan bisa jadi lebih baik (QS 49:11). Sesungguhnya keunggulan hakiki hanyalah Allah yang paling tahu dari kadar ketaqwaannya (QS 49:13).

Persatuan adalah perwujudan keharmonisan masing-masing komponen yang menerima perbedaan sebagai suatu kekayaan yang memperindah kehidupan. Menyeragamkan sering menghasilkan persatuan yang semu. Ibarat pelangi, perbedaan warna muncul hanya untuk menunjukkan keindahan, bukan untuk bercerai berai.

Selasa, 07 Februari 2012

Ketika Zaman Sudah Berbicara Kepada Penguasa

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas


Yahya bin Khalid Al-Barmaki sebelumnya amat dekat dengan Harun Ar Rasyid, karena istrinya merupakan ibu sepersusuan Ar Rasyid. Penghormatan Ar Rasyid kepada Yahya pun sangat besar, hingga diangkatlah ia menjadi menteri dan selalu diajak berunding untuk memutuskan perkara-perkara besar. Para putra Yahya sendiri diangkat menjadi gubernur di beberapa wilayah.



Namun keadaan berbalik setelah ada perselisihan antara Yahya dengan Ar Rasyid, karena dinilai keluarga Yahya terlalu banyak mencampuri urusan istana. Hingga Yahya dan para putranya dikurung dalam penjara. 

Saat sama-sama tinggal di penjara, Jakfar putra Yahya berbicara kepadanya ayahnya ,”Wahai ayah, setelah kita bebas melarang dan memerintah serta memiliki banyak harta, kini kita sepanjang masa berada dalam belenggu dan penjara.”

Maka, ayahnya menjawab,”Wahai anakku, bisa saja ini karena doa orang yang terdzalimi. Dimana kita tidak menghiraukannya namun Allah tidak pernah membiarkannya.”

Kemudian Yahya pun bersyair,”Kadang kaum pada awalnya dalam kenikmatan. Masa-masa dipenuhi dengan kekenyangan air melimpah. Sedangkan zaman mendiamkannya sementara. Tatkala zaman berbicara mereka pun menangis darah.” (Tarikh Al Baghdad, 14/128, 132)

Sabtu, 28 Januari 2012

Program Kemitraan Bina Usaha

H. Akbar
Ketua BaZIS Kecamatan Ciomas


PENDAHULUAN

    Hidup saling menolong dalam kebaikan dan taqwa merupakan perintah Allah seperti tercantum dalam Al-Quran surat Al-Maidah ayat 2, ‘Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam permusuhan dan dosa’. Dan bisa memberi manfaat bagi orang lain termasuk ciri orang baik, seperti disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi manusia’.
Dalam konteks muamalah saling menolong bisa dilakukan dalam berbagai bentuk. Dan yang terkait dengan harta zakat, infaq dan shadaqah peran seorang amil sangat penting dalam menjembatani antara muzakki dengan mustahik. Untuk tercapainya hasil yang memuaskan, memilih sistem yang tepat dalam menjabarkan program merupakan keniscayaan.
    Peran amil sebagai fasilitator bertujuan agar harta yang diberikan muzakki bisa berdaya guna dan berhasil guna, sehingga zakat, infaq dan shadaqah tidak bersifat konsumtif tapi akan menjadi solusi bagi pemecahan masalah kemiskinan. Dalam bahasa yang lebih simpel dapat dikatakan bagaimana kita bisa merubah seorang mustahiq menjadi muzakki.
Untuk itu diperlukan suatu program syar’i yang legal menurut hukum. Dengan program yang bersifat syar’i, di dalamnya ada proses pembelajaran. Muzakki diyakinkan bahwa harta yang diinfakkannya bisa bermanfaat lebih besar karena yang menerima manfaatnya pun lebih banyak, sedangkan mustahik dididik bisa hidup mandiri agar tidak menjadi beban masyarakat di kemudian hari. Bahkan dalam jangka panjang harus berubah menjadi muzakki.
    Salah satu program syar’i yang cocok digulirkan adalah menggunakan sistem murobahah (saling menguntungkan). Mustahik merasa terbantu. Mereka bisa melakukan aktivitas bisnis sesuai keahliannya tanpa harus menyediakan modal, sedangkan harta zakat, infak dan shadaqah dari muzakki bisa abadi dan dapat dimanfaatkan oleh orang banyak.
    BaZIS Kecamatan Ciomas mencoba mewujudkan sistem murobahah ini dengan membuat program yang diberi nama Program Kemitraan Bina Usaha.


PENGERTIAN

Program Kemitraan Bina Usaha (PKBU) merupakan aplikasi program BaZIS Kecamatan Ciomas yang berbentuk kepedulian terhadap kaum dhuafa. Program ini lebih dikonsentrasikan pada pemberian bantuan modal usaha. Pemberian modal usaha dimaksud diberikan kepada perorangan atau kelompok setelah melewati tahapan kajian yang dilakukan oleh BaZIS Kecamatan Ciomas.  Tujuannya adalah agar bantuan yang diberikan tepat sasaran dan dampak yang ditimbulkannya bisa dirasakan secara langsung oleh kaum dhuafa.
\

SASARAN

Warga masyarakat yang dapat bermitra dengan BaZIS Kecamatan Ciomas adalah :
1.    Perorangan atau kelompok dengan kategori ‘miskin’ dan mempunyai keinginan kuat serta memiliki keahlian untuk mengembangkan usaha.
2.    Pemilik warung/kios/kantin/toko berskala kecil dan menengah yang bersedia menyisih-kan margin untung untuk membantu kaum dhuafa.


SISTEM DAN BENTUK BANTUAN

    Program Kemitraan Bina Usaha (PKBU) BaZIS Kecamatan Ciomas menggunakan sistem murobahah (saling menguntungkan). Program ini sangat cocok untuk dikembangkan dengan kelebihan sebagai berikut :
1.    Seorang mitra tidak perlu memiliki modal untuk membuka usaha. Dalam sistem murobahah, mitra bertindak sebagai pelaku usaha sedangkan BaZIS sebagai pemasok dana.
2.    Tidak perlu modal besar. Dengan modal kemauan keras, seorang mitra bisa langsung menjadi muzakki sebab pada saat dia membuka usaha sudah disepakati jumlah nominal yang akan diinfakkan.
3.    Tidak ada pihak yang dirugikan. Baik pemilik modal maupun pelaku usaha semuanya memperoleh keuntungan dengan margin untung yang disepakati.
4.    Harta zakat, infaq dan shadaqah yang digulirkan dengan sistem murobahah akan abadi, sehingga akan memberi manfaat lebih besar bagi muzakki. Ini merupakan shadaqah jariah (sedekah yang pahalanya akan tetap mengalir meskipun si pemberi sudah meninggal dunia).

Dalam sistem murobahah, BaZIS tidak memberi bantuan modal dalam bentuk uang tunai tetapi memfasilitasi suatu usaha sehingga seorang mitra terhindar dari kemungkinan salah penggunaan sumber dana.


ILUSTRASI

Seorang mitra bermaksud membuka warung kopi. Dari hasil pengamatan BaZIS diperoleh data sebagai berikut :
a.    Mitra dimaksud termasuk kategori miskin.
b.    Mempunyai keinginan dan keahlian berjualan.
c.    Konsumen sangat mendukung.
d.    Kendalanya mitra tidak memiliki modal.
Setelah diwawancara dan dikaji diperoleh data sebagai berikut :
a.    Harga jual kopi adalah Rp 2.000,-
b.    Harga beli Kopi Nikmat di Lestari Makmur adalah Rp 87.000,-/pak (berisi 200 sasheet).
Berdasarkan data di atas BaZIS menawarkan jasa dengan sistem murobahah dengan ketentuan sebagai berikut :
a.    Mitra membeli Kopi Nikmat dari BaZIS.
b.    Harga beli adalah Rp 110.000,-
c.    Dibayar setelah barang dagangan terjual dengan interval cicilan mingguan.
Jika mitra setuju maka BaZIS tinggal memasok 1 pak Kopi Nikmat ke alamat mitra dan kedua belah pihak menandatangani akad murobahah sebagai tanda kesepakatan.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa mitra tersebut di atas akan memperoleh penghasilan sebesar Rp 400.000,- (empat ratus ribu rupiah). Setelah dikeluarkan untuk akad murobahah, maka mitra akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 290.000,-
Agar usaha mitra mudah dipantau oleh masyarakat, maka BaZIS akan memasang banner di tempat mitra berjualan.


MANFAAT LANGSUNG

Program Kemitraan Bina Usaha yang digulirkan BaZIS Ciomas terbukti memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Seorang miskin yang berstatus mustahik dalam hitungan hari bisa menjadi muzakki dan besar infaq yang diberikannya melebihi dari muzakki pada umumnya. Mitra pada contoh di atas, membuka usaha warung kopi dan ditambah dengan makanan ringan lainnya  mampu memberikan infaq dalam bentuk murobahah sebesar Rp 30.000,-/ minggu. Jika diakumulasikan dalam 1 bulan maka ia telah berinfaq sebesar Rp 120.000,-. Suatu jumlah yang sangat besar. Seorang miskin ternyata mampu berinfaq 24 kali lebih besar dibandingkan dengan seorang PNS yang berpenghasilan jutaan rupiah tapi hanya mampu berinfaq Rp 5.000,-.
    Itu baru satu orang. Jika di setiap desa ada 1 orang mitra yang melakukan usaha serupa, maka BaZIS Ciomas akan menerima infak sebesar Rp 1.320.000,- per bulan dari orang miskin. Kita bisa membayangkan besarnya kekuatan infaq jika di setiap desa ada 2, 3, 4, 5 dan seterusnya orang miskin yang difasilitasi BaZIS.
    Subhanallah... Benar,bahwa zakat, infaq dan shadaqah memang terbukti mampu mengatasi kemiskinan.

Jumat, 20 Januari 2012

KEBAIKAN KECILYANG BERBUAH SURGA

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Pada masa sekarang ini, sungguh telah banyak orang melalaikan perbuatan-perbuatan baik, terutama perbuatan yang dianggap sepele. Padahal, setiap perbuatan manusia selalu diawasi oleh Allah dan dicatat oleh malaikat dalam kitabnya yang akan ditampakkan di hari kiamat kelak. Allah berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, dia akan melihat balasannya” (QS-Al-Zalzalah: 7-8).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah sekali-kali kamu merendahkan perbuatan baik yang sedikit atau engkau mengosongkan tempat airmu untuk diisi ke tempat orang yang mencari air, atau engkau bertemu saudaramu dengan wajah ceria” (HR Muslim).

Kita tidak akan pernah tahu kapan rahmat Allah turun dan kita tidak akan tahu ibadah mana yang telah Allah terima. Mungkin saja, amal yang selama ini kita yakini sebagai amal yang dapat membantu kita di hari kiamat malah tidak diterima Allah karena riya, sum’ah, dan sebab lainnya. Bukan tidak mungkin ada seorang muslim yang justru masuk syurga karena senyuman, menyingkirkan duri dari jalan, atau kebaikan-kebaikan kecil lainnya.

Berikut ini saya akan memaparkan dua kisah yang menggambarkan betapa kebaikan-kebaikan kecil yang dilandasi niat yang benar serta keikhlasan telah mengantarkan seseorang ke dalam syurganya Rabbul ‘Alamin.

Pertama, dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan “Pada suatu saat ada seekor anjing berkeliling di sekitar sumur dalam keadaan hampir mati karena kehausan. Tiba-tiba ada seorang wanita pelacur dari kalangan Bani Israil yang melihatnya. Kemudian wanita tersebut melepas sepatunya lalu mengambil air untuk anjing tersebut dengan sepatu itu, lalu memberinya minum. Ia pun diampuni karena hal tersebut”.

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang lain disebutkan “Ketika seorang laki-laki berjalan di jalan, ia merasa sangat kehausan. Lalu ia mendapat sebuah sumur dan turun ke dalam sumur itu dan minum darinya. Ia pun keluar dari sumur. Ternyata ada seekor anjing yang menjulurkan lidahnya menjilati tanah basah karena kehausan. Orang itu berkata ”Anjing ini telah merasakan kehausan seperti yang pernah aku rasakan”. Lalu ia turun ke dalam sumur tesebut dan memenuhi sepatunya dengan air kemudian memegangnya dengan mulutnya hingga ia dapat naik ke atas dan memberi minum anjing tersebut, maka Allah berterima kasih padanya dan mengampuni dosanya.
Para sahabat bertanya ”Apakah ada pahala bagi kami dalam hewan ternak kami?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Dalam setiap hati yang basah terdapat pahala.”

Setelah membaca kisah ini, sunguh membenarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”Surga itu lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya” (HR Bukhari).
Ini adalah suatu amalan yang ringan, namun Allah berterima kasih pada orang yang melakukannya. Mengampuni dosanya dan memasukkannya ke dalam syurga. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam menceritakan kisah ini pada para sahabat -mereka adalah orang paling lurus aqidahnya, paling benar manhajnya, paling semangat dalam mendapatkan ilmu- bukan hanya untuk mengetahuinya tapi dengan tujuan agar mereka mengetahui lalu melaksanakannya. Mereka bertanya ”Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah ada pahala bagi kami dalam hewan ternak kami?”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ”Dalam setiap hati yang basah terdapat pahala”. Karena anjing merupakan hewan ternak, bagaimana orang yang memberi minum padanya mendapatkan pahala yang besar ini? Mereka merasa heran terhadap hal ini. Mereka pun bertanya pada Nabi lalu beliau mengatakan pada setiap hati yang basah terdapat pahala. Hati yang basah membutuhkan air. Karena jika tidak ada air, maka ia akan kering dan hewan tersebut akan mati.

Dalam riwayat lain disebutkan, kemungkinan merupakan kisah yang lain, bahwa seorang wanita pelacur Bani Israil melihat seekor anjing berkeliling sumur dalam keadaaan haus. Tapi ia tidak mampu untuk sampai ke air karena ada di dalam sumur. Wanita itu melepas sepatu yang ia pakai dan mengambilkan air buat anjing tersebut. Allah pun mengampuni dosanya. Setiap hewan ternak yang engkau perlakukan dengan baik dengan memberikan minum, makan, perlindungan, dari panas atau dingin, baik milik engkau atau orang lain, maka akan mendapatkan pahala dari Allah. Demikianlah. Padahal yang diberi minum adalah hewan. Maka, bagaimnakah dengan manusia? Jika engkau bersikap baik pada manusia, maka tentu Insya Allah lebih banyak lagi pahalanya.

Kisah Kedua, dari Abu Hurairah meriwayatkan sabda Nabi ” Aku telah melihat seorang laki-laki yang berguling-guling di surga di atas sebuah pohon yang ia tebang dari tengah jalan yang telah mengganggu kaum Muslimin (HR Muslim).

Dalam sebuah kisah yang lain disebutkan ”Seorang laki-laki melewati dahan sebuah pohon di tengah jalan. Ia pun berkata ”demi Allah, akan aku jauhkan dahan pohon ini dari kaum muslimin, sehingga tidak mengganggu mereka dan aku pun masuk dalam surga”

Dalam riwayat Bukhari Muslim ”Ketika seseorang berjalan di jalan. Lalu ia mendapatkan dahan yang berduri di atas jalan. Kemudian ia menyingkirkannya sehingga Allah berterima kasih padanya dan memasukkannya ke dalam surga.”

Sungguh, dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan keutamaan menghilangkan gangguan dari jalan. Bahwa hal itu merupakan faktor penyebab masuknya ke dalam surga. Dalam hadits ini juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menyingkirkan gangguan dari kaum muslimin maka baginya pahala yang besar dengan perkara yang dapat dirasakan. Lalu, bagaimana halnya dengan perkara yang tidak nampak?

Sebagian orang-na’udzubillah- yang merupakan para pelaku kejahatan memiliki pemikiran buruk yang menghalangi manusia dari agama Allah. Menyingkirkan gangguan mereka yang memiliki pemikiran jahat, buruk dan kufur adalah dengan membantahnya sehingga pemikiran mereka sirna.

Oleh karena itu, selayaknya kita dapat menyingkirkan gangguan dari jalan. Baik itu ”jalan fisik” yaitu jalan yang dilalui oleh kaki maupun ”jalan maknawi” yaitu jalamnnya hati. Pelaksanaan pembersihan gangguian itu dari jalan ini dan semua jalan adalah diantara hal-hal yang akan mendekatkan diri pada Allah dan menghilangkan gangguan dari hati, serta beramal shalih adalah lebih besar pahalanya dan lebih mendesak daripada menghilangkan gangguan dari jalan yang dilalui oleh kaki.

Karenanya, marilah kita semangat memperbanyak amal dengan niat yang baik agar dapat menyimpan modal di sisi Allah pada hari kiamat. Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar karena suatu niat. Sebaliknya berapa banyak amalan yang besar jadi kecil karena kelalaian. Wallahua’lam.

Sumber: www.fimadani.com

Kamis, 19 Januari 2012

Jadilah Seperti Lebah Bukan Laba-Laba

H.Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Nama mereka diabadikan di dalam Al-Qur'an, agar kita dapat mengambil hikmah dari kehidupan mereka, ya Lebah (An-Nahl) dan Laba-laba (An-Ankabut).

Dalam hidupnya, laba-laba adalah binatang yang terlihat seram dan menakutkan, juga penipu dan pemalas. Banyak binatang lainnya takut untuk mendekat padanya. Ia memiliki kemampuan membangun sarang dengan membuat jaring-jaring seluas apapun yang diinginkannya, tetapi ia menjadikan jaring-jaring itu untuk menjebak mangsanya. Yang kemudian, hanya dengan menunggu ia pun berhasil mendapat mangsa untuk ia lahap sebagai santapan. Binatang apapun yang tersangkut di jaringnya, pasti akan binasa. Sebesar apapun jaring-jaring yang dibuatnya, tidaklah memiliki manfaat apapun untuk makhluk di sekitarnya. Bahkan, meski tampak kokoh, ternyata jaring laba-laba sangatlah rapuh.

Sedangkan dalam kondisi berbeda, lebah adalah binatang yang kadang tampak lebih kecil dibandingkan laba-laba. Ia juga tak lebih menyeramkan dibandingkan laba-laba. Tapi ternyata, lebah adalah binatang pekerja keras, jujur, pandai membagi tugas, dan banyak memberi manfaat. Lebah selalu berkeliling untuk mencari makanannya, mencari banyak bunga untuk dihinggapi yang kemudian akan dihisap nektar bunganya. Ia pun hanya akan mencari makan secukupnya, tidak suka menimbun makanan yang berlebihan.

Lebah selalu memiliki pembagian tugas antara lebah ratu dengan lebah pekerja, sehingga memiliki disiplin kerja yang tinggi di sarangnya. Lebah juga tidak pernah mau merugikan apapun yang ada di sekitarnya, justru ia banyak memberikan manfaat mulai dari menyuburkan bunga, menghasilkan madu, bahkan sarangnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi manusia. Sarangnya berbentuk segi enam bukannya lima atau empat agar tidak terjadi pemborosan lokasi.

Itulah sekilas gambaran perbandingan antara hidup lebah dengan laba-laba. Sahabat, sebagai pemuda Muslim calon pewaris peradaban, sudah selayaknya kita meniru sifat lebah, bukan laba-laba. Kita harus mau bekerja keras dan selalu jujur, tidak menjadi orang yang serakah apalagi menjadi penipu yang tampak baik tapi ternyata berbahaya. Kita harus dapat memberi manfaat untuk orang banyak, jangan menjadi hidup yang sia-sia. Seperti firman Allah: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: 'Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia (QS. 16;68)", hal ini agar manusia dapat mengambil manfaat dari sarang lebah disekitar mereka. Dan satu hal yang paling penting, kita harus banyak berbuat agar menjadi pribadi yang kokoh dengan selalu bersandar kepada Allah. Sebagaimana Allah memberi pelajaran melalui firman-Nya:

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain ALLAH adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui (QS 29:41)”.

Rabu, 18 Januari 2012

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Organisasi amal Ihsan and Takaful Welfare Society membagikan 5.000 paket makanan hangat setiap harinya untuk warga miskin Makkah, jamaah dan pengunjung Masjidil Haram.
 
"Kerja amal ini akan dilaksanakan sepanjang tahun ini," kata ketuanya Sulaiman bin Awwad Al Zaidi kepada Arab News (17/01/2012).

"Lewat proyek ini, lembaga kami bertujuan memenuhi kebutuhan orang miskin dan yang membutuhkan, menghindarkan mereka dari mengemis yang memalukan," kata Al Zaidi.

Al Zaidi mengajak semua unsur masyarakat, termasuk perusahaan dan perorangan, untuk ikut serta dalam kegiatan amal itu.

Organisasi itu berharap dapat menjadi penghubung antara para dermawan dengan orang-orang miskin.

Kegiatan itu telah dimulai sejak beberapa hari lalu. Menurut pengawas proyek, Mubarak bin Awwad Al Qurashi, satu paket makanan terdiri dari nasi, ayam, jus, air putih dan satu potong kue. Makanan-makanan segar itu dibungkus secara higinis sebelum dibagikan.

"Harga makanan per paket SR12 bagi mereka yang ingin menyumbangkan makanan kepada orang-orang miskin," kata Mubarak.

Al Qurashi menjelaskan, distribusi makanan akan dilakukan sesuai dengan keinginan donatur.

"Bisa dibagikan kepada warga miskin yang terdaftar dalam lembaga kami, di arbita (rumah singgah untuk orang miskin), kepada para pengunjung Masjidil Haram, atau orang-orang miskin yang biasa berkumpul di dekat Masjidil Haram. Terserah pemberi sumbangan," papar Al Qurashi.

Lembaga itu juga siap membantu para dermawan yang ingin memberikan sumbangan 10.000 paket makanan atau lebih. Mereka akan mengawasi dengan ketat, menindaklanjuti dan membantu mendistribusikannya.

Ihsan and Takaful Welfare Society memiliki rekening khusus di Al Rajhi Bank, Arab Saudi, untuk menerima sumbangan para donatur. Mereka juga menyediakan saluran telepon untuk keterangan lebih lanjut di nomor 05045045856.

Nikmati Berislam, Bukan Mendiskusikannya

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Sungguh banyak pelajaran yang dapat kita petik dari kisah panggung kehidupan ini. Silih bergantinya waktu dari jam ke hari, memberi pendidikan kepada manusia, agar mereka bisa melangkah dengan bijaksana, hati-hati dan penuh kendali. Supaya manusia bisa memilih jalan mana yang mengantarnya kepada keselamatan, dan mana jalan yang menyesatkan. Mereka yang bisa memetik setiap 'kisah hidup', mengambil yang baik, dan menepis yang buruk akan menjadi orang yang memiliki nilai, memiliki arti sebagai manusia yang hakiki. Identitasnya sebagai manusia akan jelas dengan nilai-nilai yang membedakan dari makluk Tuhan lainnya.

Pada intinya, kehidupan ini adalah suatu perjalanan untuk mewujudkan dan menegakkan nilai-nilai itu. Sebagai orang yang beriman,kaum muslimin, nilai-nilai yang ingin kita tegakkan adalah nilai kebenaran yang termaktub di dalam kitab suci al-Quran dan sunnah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم). Nilai itu tumbuh sebagai buah dari keimanan. Ibadah yang kita pupuk setiap hari akan menghasilkan buah keimanan itu.

Bila amal ibadah yang kita lakukan selama ini belum menghasilkan buah iman berarti ada yang perlu dibenahi dan diteliti ulang. Mengapa ibadah menjadi mandul. Mengapa komunikasi dengan Tuhan tidak membuahkan manfaat? Sekali lagi mungkin masih ada yang keliru.

Iman yang benar akan melahirkan dan memunculkan kekuatan. Dan kekuatan yang dimunculkan oleh jiwa yang beriman tidak lain adalah kekuatan kebenaran. Kekuatan ini adalah kekatan yang paling besar nilainya. Mulia. Maka, bagi siapa yang bersama-sama dengannya maka iapun akan menjadi mulia dan terangkat derajatnya. Kekuatan kebenaran ini sifatnya kekal dan tidak mudah rapuh oleh berbagai terpaan kehidupan itu sendiri. Ia tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan.

Yang akan rapuh adalah sang pembawa kebenaran itu sendiri. Para ustazd, para kiai, para ulama. Jasad-jasad mereka sirna ditelan bumi. Sedangkan kebenaran sebagai sesuatu yang bersifat hakiki al hakku mirrabikum, sebagai sesuatu yang berasal dari Tuhan yang Maha Mulia, keberadaannya tetap ada dan langgeng.

Allah berfirman dalam Surat Yunus:32


فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
 

“Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?.”

Dua Kecenderungan

Kebenaran yang hakiki tidak mau kompromi dengan kejahatan. Keduanya ada jarak, ada pembeda (furqon). Masing-masing memiliki kecenderungan sendiri-sendiri. Kecenderungan yang di bawa oleh kebenaran adalah kebaikan, kemaslahatan, kemuliaan, keindahan dan kemajuan. Sedang kecenderungan yang dimiliki oleh kejahatan adalah keburukan, kedurjanaan, kerusakan, kehinaan, kejelekan dan kemerosotan. Masing-masing sifat itu saling bertolak belakang dan bertentangan satu sama lain.

Para pembawa risalah tidak usah gegabah dengan menempati ruang pada satu sisi, kemudian mengambil posisi lain, pada waktu yang lain. Kita tidak perlu tampil dengan dua wajah. Apapun alasannya; seperti menyesuaikan kondisi zaman, biar fleksibel, supaya lebih dinamis dan sebagainya.


Mencampur adukan antara yang hak dengan yang batil hanya membuat “derajat” kebatilan semakin terangkat. Ibarat secawan susu yang ternoda oleh setetas nila. Nilai kebenaran justru tertimbun oleh pengaruh buruk kebatilan tersebut.

Terpeleset arti 'toleransi'


Manusia sering mudah tergelincir oleh sebuah kata yang sederhana: toleransi. Toleransi sering menyeret orang bersikap longgar terhadap hukum-hukum yang telah Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى‎) tetapkan. Biasanya 'makhluk' tolerensi memiliki segudang argumentasi untuk melegalisir sikap yang semula tegas menjadi samar, halal menjadi haram, boleh menjadi tidak atau sebaliknya. Karena lebarnya toleransi inilah, sering kita saksikan rontoknya kegiatan dakwah para da’i, muballigh, kiai, para pemimpin yayasan-yayasan Islam, tokoh Islam ke dalam jurang kehancuran.

Hukum hijab yang semula ketat menjadi longgar, bersalaman dengan wanita yang bukan mahram yang selama ini bagian perbuatan yang dicaci makinya habis-bahisan, menjadi biasa dilakukan. Perintah memelihara anak yatim dan memuliakannya bergesar menjadi sebaliknya, menyia-nyiakan dan menelantarkannya. Silaturrahmi yang semula digencarkan menjadi menipis, semakin menipis dan akhirnya hilang sama sekali.


Membaca al-Qur’an, menegakkan qiyamul lail, memberi perhatian khusus terhadap kaum dhuafa sudah semakin jauh dari jadual. Padahal hal-hal tersebut termasuk kategori perhatian yang sangat utama dulu-dulunya.

Ada banyak alasan yang bisa dikemukakan. Semuanya rasional dan bisa diterima dalam kerangka berpikir logika. Diantaranya adalah efisiensi dan efektifitas waktu, mengapa harus di tuntun-tuntun bukankah semua seduah dewasa?

Tapi berbarengan dengan itu sebenarnya telah semakin menjauh dari rel cita-cita. Setiap langkah program yang dilakukan tidak malah menghasilkan kekuatan akan tetapi malah menukik ke jurang kehancuran.

Gedung dibangun, organisasi diperbesar, personil diperlebar dan disebar ke berbagai pusat kekuasaan agar langkah-langkah tersebut dapat mendongkrak menuju ke cita-cita dengan lebih cepat. Tapi pada kenyataannya? Yang muncul adalah kekeringan jiwa, kegersangan ruhani.


Islam dan segala kemuliaannya hanya tinggal pada slogan-slogan. Keasyikan merasakan tambahan derajat ketika mengamalkan satu demi satu ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم)  berganti dengan kepuasan dan kebahagiaan semu yang diperoleh dari target-target bendawi.


Ayat berubah menjadi alat, anak yatim menjadi batu loncatan penyelamat mencari harta dan keuntungan, silaturrahmi yang semula dipenuhi jiwa ketulusan sudah mulai ada target untung rugi, demikian juga dengan membaca al-Qur’an dan qiyamul lail (shalat malam), akan dilakukan bila semua itu menguntungkan. Kalau tidak sebaiknya ditangguhkan dengan berbagai macam tinjauan.

Akhirnya syetan benar-benar masuk dan mengobrak abrik semua harapan dan cita-cita.Kekuatan dan pamor yang dimiliki dan selalu dibangun sekian lama runtuh dan rontok oleh karena kelonggaran yang direkayasa oleh syetan laknatullah alaihi tersebut. Syetan telah bekerja dengan ekstra halusnya pada kelompok yang merasa dirinya sebagai bagian dari yang ingin berjuang dan berjihad fii sabilillah.

Allah Subhanahu wa-ta'ala (سبحانه و تعالى‎) mengisyaratkan kehidupan mereka sebagai kelompok manusia yang hidupnya sia-sia. Allah berfirman;
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً

"Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya." (QS. 18:104)

Alasan toleransi telah menjadikan manusia kehilangan apinya Islam, roh Islam dan kekuatan besar yang terkandung dalam jiwa iman. Fungsi kontrol(amar makruf nahi munkar) menjadi lenyap. Akhirnya hilanglah kekuatan. Benteng pertahanan menjadi lemah. Jiwa jihad menjadi kendor bagai kekurangan darah.

Lebih terpuruk bila toleransi atau kelonggaran-kelonggaran itu telah begitu jauhnya. Sehingga tanpa disadarinya telah berbelok dari misi suci, bermesra-mesraan dan berdampingan dengan kebatilan, kemungkaran dan bergandengan dengan penguasaQjuga yang selama ini menjadi ajang gunjingannya sebagai agen kezhaliman dan penindasan. Kelonggaran-kelonggaran terhadap hukum Allah terus menyeret para penegak kebenaran tenggelam bersama mereka yang selama ini memusuhinya. Mengapa terjadi? Karena telah terjadi pergeseran nilai itu.

Islam dan ajarannya tidak lagi dinikmati secara penuh. Wahyu dan nilai-nilai yang mengandung kekuatan doktrin Ilahi tidak lagi menggerakkan jiwa raganya untuk tampil menghadapi kehidupan, dengan semangat jiwa Islam. Bahkan Islam yang Indah, hanya hanya diperindah lewat kata-kata, cerita-cerita dan aneka diskusi yang tiada bertepi di meja makan. Yang akhirnya nilai Islam makin melebar keluar dari substansi yang sesungguhnya. Budaya silaturahmi tak akan berarti jika hanya ditulis dan diskusikan. Nikmatnya hanya benar-benar terasa indah, jika dipraktikkan. Saling berkunjung kepada saudara, tetangga dan sahabat. Saling memberi hadiah, cepat datang ketika ada saudara, tetangga dan sahabatnya yang sakit adalah nilai-nilai Islam yang hanya indah dan terasa jika dipraktikkan. 

Taat pada suami, sayang dan perhatian kepada istri, baik melalui perkataan dan perbuatan juga hanya terasa indah dan nikmat jika dipraktikkan. Bukan diwacanakan layaknya kaum feminis dan orang Barat yang tidak suka kehadiran agama. Begitu juga syariat Islam yang diperintahkan kepada kita. Semua syariat seolah hanya akan membelengu kita, jika perintah-perintah itu tidak segera kita rasakan dahulu. Mari berkhusnudzon kepada Allah Subhanahu Wata’ala, lalu rasakan mengapa Allah memerintahkan semua aturan ini kepada kita. Dengan begitu, nikmat berislam ini baru akan terasa maknanya.

Nah, tak ada salahnya kika kita memulai merasakan  nikmat Islam secara sesungguhnya.

Minggu, 15 Januari 2012

Perilaku Yang Menyebabkan Kemiskinan

H. Akbar
Ketua BaZIS Kecamatan Ciomas

Dalam Al Quran dan Hadis diungkapkan beberapa perilaku yang  berkaitan dengan kemiskinan, baik perilaku individu maupun perilaku yang terbentuk secara kolektif. Mari kita mengaca pada perilaku tersebut:

Pertama, kufur nikmat, yakni tidak mensyukuri nikmat Allah SWT. Salah satu bentuk kufur nikmat adalah salah urus terhadap nikmat kekayaan alam yang dieksplorasi secara tidak bertanggung jawab dan disalahgunakan sehingga bukan lagi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Allah berfirman, "Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduknya) mengingkari ni'mat-ni'mat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat." (QS. An-Nahl: 112).

Kedua, lemahnya etos kerja, mudah putus asa, bakhil/kikir, dan sifat-sifat buruk lainnya. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (1) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya (2) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (3) dan orang-orang yang menunaikan zakatnya (4).” (QS. Al-Mukminun: 1-4).

Dalam hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan doa kepada umatnya: "Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang lain.”. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati". (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, hilangnya/menipisnya tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada sesama. Dalam sebuah hadits masyhur riwayat al-Ashbahani, Rasulullah Saw. menyatakan: "Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seseorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih."

Hadits tersebut memberikan isyarat bahwa kemiskinan bisa timbul akibat pola kehidupan yang timpang, struktur kehidupan ekonomi yang tidak adil, serta merosotnya rasa kesetiakawanan di antara sesama umat, terutama dari golongan aghniya terhadap kelompok dhu'afa.

Dalam kaitan di atas, menarik pernyataan dari Susan George (How the Other Half Dies, Montaclair, Allan Held, Osmund and Con. 1981), Lapoe dan Colin (Food First , New York, Ballantine Books, 1978), bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi karena adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di atas penderitaan orang banyak, dan bukannya diakibatkan oleh semata-mata kelebihan jumlah penduduk (over population).

Keempat, merajalelanya sifat khianat di lingkungan anggota masyarakat, dan lebih berbahaya kalau sifat khianat terjadi pada orang-orang yang memegang kekuasaan untuk mengurus kepentingan masyarakat. Rasulullah SAW bersabda: “Sifat amanah itu akan menarik (mendatangkan) rizki, dan sifat khianat itu akan menarik (mendatangkan) kefakiran.” (HR. Thabrani).

Berbicara kemiskinan, tidak dapat dilepaskan dari peran zakat, infaq, dan shadaqah, sebagaimana diutarakan dalam point ketiga di atas. Jika zakat, infaq dan shadaqah dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan ditata dengan baik, pengumpulan maupun pendistribusiannya, akan mampu menanggulangi kemiskinan yang dihadapi sebagian umat. Upaya mengoptimalkan peran ZIS di negara kita dilakukan melalui empat langkah, meliputi: (a) Sosialisasi tentang makna, hikmah, obyek zakat, dan sebagainya. (b) Penguatan regulasi dan kelembagaan pengelola zakat sebagai institusi yang harus berwibawa, terpercaya, transparan, terbuka, profesional, melayani umat secara full-time, dan sebagainya, (c) Program pendayagunaan zakat yang tepat sasaran, dan (d) Pengembangan sinergi dan kerjasama di antara semua pemangku kepentingan (stakeholders) perzakatan, baik pemerintah maupun masyarakat.

Kesimpulannya, untuk menanggulangi kemiskinan diperlukan pendekatan yang komprehensif. Yaitu upaya perbaikan yang berasal dari luar  dan upaya perubahan sikap mental dari dalam diri orang-orang miskin. Sebab itu, tugas sebagai amil zakat dalam mendistribusikan dan mendayagunakan zakat tidak sekadar membagi-bagikan uang kepada orang-orang miskin, tetapi juga dalam rangka membina, mendorong dan mengarahkan mereka agar bisa mandiri dan terbebas dari kemiskinan.

by : Prof. Didin Hafidhuddin

Senin, 02 Januari 2012

Lebih “Sehat” dengan Shadaqah

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas


Hidup adalah perjuangan yang harus ditempuh dengan liku-liku dan penuh problematika. Di antara problem hidupan yang banyak dihadapi manusia adalah musibah dan ujian. Termasuk ujian berupa datangnya penyakit.

Sedangkan Islam, adalah agama yang diturunkan sebagai rahmat bagi alam semesta. Islam datang memberikan solusi berbagai persoalan dan problem umat manusia. Rasulullah menerima Islam ini tidak dengan duduk bersimpuh, tetap beliau membawa missi ke dalam realitas kehidupan ke tengah-tengah kencah kehidupan manusia dengan 1001 macam persoalannya. Kehadiran Islam justru untuk memecahkan persoalan-persoalan hidup yang riil itu, dalam berbagai aspeknya.

Salah satu bentuk rahmat Islam adalah menuntun kepada kita untuk memancarkan rasa bahagia dalam kalbu sesama. Caranya dengan memberi, dalam bentuk apapun rupa pemberian itu.

Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan pentingnya setiap orang untuk memberi shadaqah setiap hari.

"Tiadalah tiap-tiap jiwa keturunan Adam kecuali harus bershadaqah, setiap hari, di mana terbit padanya matahari," begitu kata Nabi. Mendengar sabda tersebut, seorang sahabat dari kalangan tak berpunya bertanya:"Ya Rasulullah! Darimana shadaqah yang harus kami keluarkan bagi kami-kami ini?" Rasulullah menjawab: "Sesunggunya pintu-pintu kebajikan sangat banyak. Kemudian beliau menyebutkan satu persatu: Mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil dengan khusyu' adalah shadaqah. Yakni shadaqah untuk ruhani. Diisi dengan kekuatan baru dengan taqarrub kepada Allah."

"Sesungguhnya ruhanimu memiliki hak atas dirimu. Agar senantiasa kita rawat dengan baik. Jangan dibiarkan lemah. Mengajak kepada yang baik, mencegah dari yang mungkar adalah shadaqah. Menyingkirkan sesuatu yang dapat menyakiti orang dari jalan, memperdengarkan orang yang tuli, sehingga ia terhindar dari bahaya, menuntun orang buta, memberi petunjuk kepada orang minta petunjuk mengenai keperluannya (adalah shadaqah)."

Pada penutub hadits Rasulullah bersabda, "Dan senyummu bila berhadapan dengan saudaramupun adalah shadaqah.!"

Dari dialog tersebut terlihat bahwa nilai dari satu pemberian tidaklah semata-mata ditentukan oleh besar kecilnya materi yang diberikan. Ada nilai lain yang lebih menentukan, yaitu nilai immaterial, nilai maknawi.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُبْطِلُواْ صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَاء النَّاسِ وَلاَ يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْداً لاَّ يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Allah swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) shadaqah dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepaa manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir itu.
" (QS. Al-Baqarah: 264)

Tidak selamanya shadaqah itu harus berupa uang, materi, senyuman dari muka yang jernih terhadap sesama manusia adalah bentuk pemberian yang tidak memerlukan harta.

Semua bentuk kebajikan terhadap sesama manusia dalam bentuk apapun yang dilakukan adalah shadaqah, karena bertolak dari sumber yang satu, yaitu kemanusiaan yang tulus.

Rasa kemanusiaan inilah yang menggerakkan seseorang untuk menyingkirkan duri dari jalan, menuntun orang buta, mendukung orang yang lemah, memberi senyum harapan kepada orang yang patah hati. Atau melompat ke dalam air bah untuk menolong orang, walau taruhannya adalah nyawanya sendiri. Rasa kemanusiaan ini ibarat lembar-lembar sutra yang saling menjalin individu-individu dalam ikatan ukhuwah (persaudaraan yang sesungguhnya).

Itulah fungsi shadaqah dalam kehidupan sosial. Bisa rasa solidaritas dibeli dengan harta yang banyak, buat sementara waktu. Akan tetapi apabila uang habis, kekayaan ludes, rasa solidaritas lenyap!

"Walaupun kamu membelanajakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah yang mempersatukan mereka." (QS. Al-Anfal: 63)

Definisi shadaqah yang diberikan oleh Rasulullah dalam dialog di atas, menegaskan bahwa nilai-nilai yang menentukan dalam kehidupan ini bukanlah semata-mata nilai material. Akan tetapi juga nilai ideal. Nilai-nilai kemanusiaan seperti rasa keadilan, persaudaraan dan silidaritas, kejujuran, martabat kemanusiaan (HAM).

Nilai-nilai kemanausiaan tersebut tidak kita temukan dalam kamus teknologi dan ekonomi modern. Ia berada di lingkungan lain, di lingkungan pandangan dan falsafah hidup; di bidang moral dan ideologi.

Selain dapat berdampak ekonomi dan sosial, shadaqah juga bisa berdampak fisik Salah satu faedah lain dari ber-shadaqah disebutkan oleh Rasulullah Muhammad.

“Obatilah orang yang sakit diantara kalian dengan shadaqah.” (HR. Baihagi).

Dalam sebuah riwayat lain disebutkan, "Ujian yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, jiwa, anak dan tetangganya bisa dihapus dengan puasa, shalat, shadaqah dan amar makruf nahi-munkar." (HR. Bukhari dan Muslim )

Tentusaja, keyakinan bershadaqah dikarenakan Allah subhanahuwata’alah –lah yang menyembuhkan semua penyakit, bukan uang atau bantuan pemberiannya.

Al-Quran juga menyinggung soal hubungan shadaqah dengan setiap kesulitan yang sedang dihadapi manusia.
فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى


"Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan ALLAH) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah." (QS: Al Lail (92) : 5 - 7 )

Semoga semua kandungan al-Quran memberikan pelajaran dan ilmu berharga bagi kita. Bagi yang sedang ditimpa musibah dan penyakit, teruslah berikhtiar untuk mencari kesembuhan dan tak ada salahnya bershadaqah dan tanamkanlah niat shadaqah tersebut di dalam hati kita agar Allah subhanahu wata’ala menyembuhkan penyakit yang sedang menimpa kita.