ASSALAMU'ALAIKUM WAROHMATULLAHI WABAROKATUH - SELAMAT DATANG DI SITUS BaZIS KECAMATAN CIOMAS - MEDIA INFORMASI, KOMUNIKASI DAN SILATURAHMI BaZIS CIOMAS DENGAN MASYARAKAT

Sabtu, 31 Desember 2011

Baznas Targetkan ZIS Nasional 2012 Rp 2,4 Triliun

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Ketua umum Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Prof Dr Didin Hafidhuddin MSc mengungkapkan tahun 2012 sejalan dengan langkah menuju integrasi pengelolaan zakat secara nasional sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,

BAZNAS menetapkan target penghimpunan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dalam dua kategori, yaitu target penghimpunan ZIS secara nasional yang pelaporannya terintegrasi dari seluruh lembaga (BAZNAS dan LAZ), dan target penghimpunan ZIS oleh BAZNAS sebagai operator.

”Target penghimpunan zakat secara nasional ditetapkan sebesar Rp 2,4 triliun dengan asumsi kenaikan sebesar 30 persen dari tahun 2011 (yakni Rp 1,8 triliun). Adapun target penghimpunan BAZNAS di tingkat pusat sebagai operator adalah Rp 131.900.000 dengan asumsi kenaikan sebesar 100 persen dari tahun 2011,” tandas Prof Didin kepada Republika di Jakarta Rabu (28/12) malam.

Lebih lanjut Prof Didin menjelaskan, jenis penerimaan BAZNAS terdiri zakat profesi melalui payroll system, pembayaran ZIS individu secara langsung, zakat perusahaan, penerimaan dari UPZ BAZNAS pada kementerian, lembaga, BUMN dan Perwakilan RI di luar negeri, serta penerimaan dana sosial lain contohnya dana CSR.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/12/17853/baznas-targetkan-zis-nasional-2012-rp-24-triliun/#ixzz1i5YyaTSn

Kamis, 29 Desember 2011

Download Al Quran Lengkap

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Al Qur’an Al Karim merupakan mu’jizat Rasul yang agung termasuk mu’jizat yang indah selain juga mu’jizat yang logis. Ia telah membuat bangsa Arab tidak mampu berkutik, yaitu dengan keindahan bayannya, kerapian susunan dan uslubnya, dan keunikan suaranya apabila dibaca, sehingga sebagian mereka menamakannya “Sihir.”

Para ulama balaghah dan para sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul Qahir sampai Ar-Raf”i dan Sayyid Quthb dan selain mereka pada zaman kita ini telah menjelaskan sisi I’jaz bayani (kejelasan mu’jizat) atau sisi keindahan dalam kitab ini.

Yang dituntut di dalam membaca Al Qur’an adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya sampai keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman:
“Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Al Muzzammil:4)

Rasulullah SAW bersabda
“Bukanlah termasuk ummatku orang yang tidak melagukan Al Qur’an.” (HR. Bukhari)
Tetapi dengan lagu yang khusyu’ bukan main-main atau merubah.
“Hiasilah Al Qur’an itu dengan suaramu.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lainnya disebutkan
“Sesungguhnya suara yang baik itu menambah Al Qur’an menjadi baik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i)

Rasulullah SAW juga bersabda kepada Abu Musa Al Asy’ari RA, “Seandainya kamu melihatku, aku mendengarkan suaramu tadi malam, sungguh kamu telah diberi seruling dari seruling keluarga Dawud.” Abu Musa berkata, “Seandainya aku mengetahui hal itu, maka aku akan membacakan untukmu dengan bacaan yang lebih baik.” (HR. Muslim)

Rasulullah SAW juga bersabda:
“Apa yang diizinkan Allah pada sesuatu, apa yang dizinkan Allah kepada Nabinya (adalah) untuk membaguskan dalam melagukan Al Qur’an yang dia baca dengan keras.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Dr. Muhammad Abdullah Darraz rahimahullah pernah menceritakan tentang sikapnya dalam Majlis Al A’la penerangan siaran, dan beliau termasuk staf anggota, mengatakan “Sesungguhnya mereka itu menghendaki untuk menjadikan waktu membaca Al Qur’an pada pembukaan dan penutupan acara serta dalam acara-acara yang lainnya karena dengan perhitungan memberikan andil di bidang agama saja,” maka Syaikh mengatakan, “Sesungguhnya mendengar Al Qur’an itu bukan hanya pertimbangan agama saja, akan tetapi juga bernilai seni dan keindahan dari isi kandungan Al Qur’an dan suaranya yang indah.”

Ini benar, karena dalam Al Qur’an terkandung unsur agama, ilmu, sastra dan seni secara bersamaan. Dia mampu memberikan siraman ruhani, memberikan kepuasan akal, membangunkan perasaan, memberikan kenikmatan pada perasaan dan memperlancar lisan.

Bagi Anda yang ingin mengoleksi bacaan Al Quran dari para Imam tingkat dunia, silahkan

Rabu, 28 Desember 2011

Berinfaq Harus Dengan Yang Terbaik

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

Islam tidak hanya mengajarkan agar seorang muslim gemar berinfaq, tetapi berinfaq haruslah dengan harta yang dicintai atau harta yang terbaik. Allah SWT berfirman, “Kamu tidak akan mendapat (balasan) kebaikan kecuali kamu mendermakan sebagian dari apa yang kamu sayangi, Apa pun yang kamu dermakan, Allah pasti mengetahuinya. “ (QS. Ali Imran [3]: 92)

Menurut riwayat hadits, ketika ayat ini turun, banyak sahabat Rasulullah SAW yang tersentuh, di antaranya adalah Abu Thalhah ra yang memiliki banyak kebun kurma dan kebun yang paling disukainya yang berada persis di depan Masjid Nabawi. Rasulullah kerap singgah ke dalam kebon itu. Abu Thalhah datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Ya Rasulullah, Allah telah menurunkan ayat ini. Harta yang paling kucintai adalah Birha’. Kini aku serahkan itu untuk simpanan disisi Allah. Letakkanlah ditempat yang dikehendaki Allah’. Rasulullah bersabda, ‘Inilah harta yang banyak mendatangkan pahala. Bagikan kepada keluargamu yang miskin’. Abu Thalhah kemudian membagikannya kepada kaum kerabatnya. (HR Bukhari dan Muslim).

Ayat Al Quran yang dikutip atas, sekaligus mengoreksi cara pandang atau paradigma yang keliru dalam berinfaq dan bershadaqah. Paradigma yang umumnya tertanam pada sebagian besar manusia ialah menginfaqkan harta itu cukup dari sesuatu yang sudah tidak terpakai atau kurang bernilai. Hal itu terlihat misalnya dari kebiasaan untuk mengumpulkan pakaian bekas yang sudah tidak dipakai lagi untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan atau memberi uang recehan untuk mengisi kotak amal di masjid.

Berinfaq pada kerabat, anak yatim, dan orang-orang miskin amat ditekankan dalam Islam. Untuk itu, sebagai bagian dari panggilan dakwah, kita sekarang perlu membangkitkan kesadaran berinfaq dan bershadaqah yang akan mendorong tumbuhnya empati dan solidaritas sosial di tengah masyarakat. Maraknya kekerasan dan letupan-letupan konflik yang sering menimbulkan kerusuhan, boleh jadi sebagian adalah akibat hilangnya empati dan solidaritas sosial pada warga masyarakat. Dapat dibayangkan akibatnya andaikata setiap orang atau kelompok dalam masyarakat hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri dan masa bodo dengan kepentingan orang lain.

Dalam kaitan dengan infaq atau shadaqah ini, menarik direnungkan ayat Al Quran, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah (2) : 276).

Dalam Al-Quran dan Tafsirnya yang disusun oleh tim Kementerian Agama RI dijelaskan bahwa ayat di atas menegaskan bahwa riba itu tidak ada manfaatnya sedikit pun baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada manfaatnya adalah sedekah. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Artinya memusnahkan harta riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. Dan “menyuburkan shadaqah” ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama atau melipat gandakan berkah harta itu.

Melalui sosialisasi dan edukasi zakat, infaq dan shadaqah yang dilakukan secara terus menerus oleh BaZIS melalui berbagai sarana dan media, diharapkan akan memperkuat budaya berinfaq dari harta yang terbaik dan tentu yang pasti juga harta yang halal. Sebab, Allah SWT tidak akan menerima infaq dan shadaqah yang berasal dari harta yang didapatkan secara haram, sekalipun dengan niat yang ikhlas. Dengan demikian, kesadaran berinfaq dan bershadaqah secara tidak langsung mendidik pelakunya menjadi manusia yang berkarakter, memiliki kejujuran, akhlak dan etika dalam bekerja/mencari rizki.

Wallahu a’lam bisshawab.

Senin, 26 Desember 2011

Agar Hidup Banyak Rezeki Dan Penuh Berkah

Apakah Anda sudah puas dengan keadaan hidup saat ini? Apakah keinginan Anda sudah terpenuhi? Apakah anda sudah bisa membahagian semua orang yang pernah berjasa kepada Anda? Apakah anda sudah jadi orang yang istimewa dan diistimewakan seisi rumah Anda, masyarakat sekitar dan orang-orang yang mengenal anda?

Jika anda belum puas dan belum mencapai apa yang anda dambakan. Jika anda siap belajar dari orang sukses. Jika anda terbuka untuk menerima masukan orang lain. Jika anda siap untuk bersabar dan istikomah. Jika anda siap bersinergi dalam kebaikan. Sesungguhnya sudah cukup untuk memulai menerima dan meraih pancarahan cahaya kebaikan dan kebenaran Allah SWT. Maka marilah kita ikuti langkah-langkah sukses berikut ini. Bismillahirrahmanirrahim


Pertama : Mensyukuri Segala Nikmat

Tiada kenikmatan, apapun wujudnya yang dirasakan menusia, melainkan datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Atas dasar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan manusia untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya. Dengan cara senantiasa mengingat bahwasanya kenikmatan tersebut datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, diteruskan mengucapkan hamdalah, dan selanjutnya menafkahkan sebagai kekayaannya di jalan-jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang yang telah mendapatkan taufik untuk bersyukur, ia akan mendapatkan keberkahan dalam hidupnya, sehingga Allah akan senantiasa melipatgandakan kenikmatan baginya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan ingatlah tatkala Rabbmu mengumandangkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” [Ibrahim : 7]

Pada ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur demi (kebaikan) dirinya sendiri” [An-Naml : 40]

Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata :”Manfaat bersyukur tidak akan dirasakan, kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan itu, ia berhak mendapatkan kesempurnaan dari nikmat yang telah ia dapatkan, dan nikmat tersebut akan kekal dan bertambah. Sebagaimana syukur, juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah didapat serta menggapai kenikmatan yang belum dicapai” [8]

Sebagai contoh nyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Rabb) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan) : “Makanlah olehmu dari rizki yang (dianugrahkan) Rabbmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon atsel (cemara) dan pohon bidara” [Saba : 15-16]

Tatkala bangsa Saba’ masih dalam keadaan makmur dan tenteram, Allah subhanahu wa Ta’ala hanya memerintahkan kepada mereka agar bersyukur. Ini menunjukkan, dengan bersyukur, mereka dapat menjaga kenikmatan dari bencana, dan mendatangkan kenikmatan lain yang belum pernah mereka dapatkan.

Kedua : Membayar Zakat (Sedekah)

Zakat, baik zakat wajib maupun sunnah (sedekah), merupakan salah satu amalan yang menjadi faktor yang dapat menyebabkan turunnya keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah : 276]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tiada pagi hari, melainkan ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berkata (berdo’a) : “Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak”, sedangkan yang lain berdo’a :”Ya Allah, timpakanlah kepada orang yang kikir (tidak berinfak) kehancuran” [Muttafaqun alaih]

Ketiga : Bekerja Mencari Rizki Dengan Hati Qona’ah, Tidak Dipenuhi Ambisi dan Tidak Serakah

Sifat qona’ah dan lapang dada dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, merupakan kekayaan yang tidak ada bandingannya. Dengan jiwa yang dipenuhi dengan qona’ah, dan keridhaan dengan segala rizki yang Allah turunkan untuknya, maka keberkahan akan datang kepadanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rizki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rizki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rizkinya tidak akan diberkahi” [HR Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani]

Al-Munawi rahimahullah menyebutkan : “Penyakit ini (yaitu tidak puas dengan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, pent) banyak dijumpai pada pemuja dunia. Hingga engkau temui salah seorang dari mereka meremehkan rizki yang telah dikaruniakan untuknya ; merasa hartanya sedikit, buruk, serta terpana dengan rizki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak. Oleh karena itu, ia akan senantiasa membanting tulang untuk menambah hartanya , sampai umurnya habis, kekuatannya sirna ; dan ia pun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang digapainya dan rasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya, menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tidak akan memperoleh selain apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak mensyukuri yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan” [9]

Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menjaga kehormatan agama dan diri dalam setiap usaha yang ditempuhnya guna mencari rizki. Sehingga, seorang muslim tidak akan menempuh, melainkan jalan-jalan yang telah dihalalkan dan dengan telah menjaga kehormatan dirinya.

Keempat : Bertaubat Dari Segala Perbuatan Dosa

Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rizki dari pelakunya, maka sebaliknya, taubat dan istighfar merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan rizki dan keberkahannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Nabi Hud Alaihissallam bersama kaumnya.

“Dan (Hud berkata) : Hai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan atasmu hujan yang sangat deras, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuta dosa” [Hud : 52]

Akibat kekufuran dan perbuatan dosa kaum ‘Ad –berdasarkan keterangan para ulama tafsir- mereka ditimpa kekeringan dan kemandulan, sehingga tidak seorang wanita pun yang bisa melahirkan anak. Keadaan ini berlangsung selama beberapa tahun lamanya. Oleh karena itu, Nabi Hud Alaihissallam memerintahkan mereka untuk bertaubat dan beristighfar. Sebab, dengan taubat dan istighfar itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menurunkan hujan, dan mengaruniai mereka anak keturunan. [10]

Kelima : Menyambung Tali Silaturahmi

Di antara amal shalih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, yaitu menyambung tali silaturrahim. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang akan terkait hubungan nasab dengan kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa yang senang untuk dilapangkan (atau diberkahi) rizkinya, atau ditunda (dipanjangkan) umurnya, maka hendaknya ia bersilaturrahim” [Muttafaqun ‘alaih]

Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya, ialah umurnya diberkahi, diberi taufiq untuk beramal shalih, mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang berguna bagi kehidupannya di akhirat, dan ia terjaga dari menyia-nyiakan waktunya dalam hal yang tidak berguna. Atau menjadikan nama harumnya senantiasa dikenang orang. Atau benar-benar umurnya ditambah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. [11]

Keenam : Mencari Rizki Dari Jalan Yang Halal.

Merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya keberkahan harta, ialah memperolehnya dengan jalan yang halal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Janganlah kamu merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena sesunguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal, hingga telah datang kepadanya rizki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram” [HR Abdur-Razaq, Ibnu Hibbanm dan Al-Hakim]

Salah satu yang mempengaruhi keberkahan ini ialah praktek riba. Perbuatan riba termasuk faktor yang dapat menghapus keberkahan.

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” [Al-Baqarah : 276]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata :”Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan memusnahkan riba. Maksudnya, bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya, atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian, pemilik riba tidak mendapatkan manfaat dari harta ribanya. Bahkan dengan harta tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyiksanya akibat harta tersebut” [12]

Bila mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktek riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satu pun dari mereka yang merasakan keberkahan, ketentraman dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.

Begitu pula dengan meminta-minta (mengemis) dalam mencari rizki, termasuk perbuatan yang diharamkan dan tidak mengandung keberkahan. Dalam salah satu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebagian dampak hilangnya keberkahan dari orang yang meminta-minta.

“Tidaklah seseorang terus-menerus meminta-minta kepada orang lain, hingga kelak akan datang pada hari Kiamat, dalam keadaan tidak ada secuil daging pun melekat di wajahnya” [Muttafaqun alaih]


Ketujuh : Bekerja Saat Waktu Pagi.

Di antara jalan untuk meraih keberkahan dari Allah, ialah menanamkan semangat untuk hidup sehat dan produktif, serta menyingkirkan sifat malas sejauh-jaunya. Caranya, senantiasa memanfaatkan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hal-hal yang berguna dan mendatangkan kemaslahatan bagi hidup kita.

Termasuk waktu yang paling baik untuk memulai bekerja dan mencari rizki, ialah waktu pagi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanjatkan do’a keberkahan.

“Ya Allah, berkahilah untuk ummatku waktu pagi mereka” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani]

Hikmah dikhususkannya waktu pagi dengan doa keberkahan, lantaran waktu pagi merupakan waktu dimulainya berbagai aktifitas manusia. Saat itu pula, seseorang merasakan semangat usai beristirahat di malam hari. Oleh karenanya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keberkahan pada waktu pagi ini agar seluruh umatnya memperoleh bagian dari doa tersebut.

Sebagai penerapan langsung dari doa ini, bila mengutus pasukan perang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di pagi hari, sehingga pasukan diberkahi dan mendapatkan pertolongan serta kemenangan.

Contoh lain dari keberkahan waktu pagi, ialah sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat Shakhr Al-Ghamidi Radhiyallahu ‘anhu. Yaitu perawi hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shakhr bekerja sebagai pedagang. Usai mendengarkan hadits ini, ia pun menerapkannya. Tidaklah ia mengirimkan barang dagangannya kecuali di pagi hari. Dan benarlah, keberkahan Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat ia peroleh. Diriwayatkan, perniagaannya berhasil dan hartanya melimpah ruah. Dan berdasarkan hadits ini pula, sebagian ulama menyatakan, tidur pada pagi hari hukumnya makruh.

Masih banyak lagi amalan-amalan yang akan mendatangkan keberkahan dalam kehidupan seorang muslim. Apa yang telah saya paparkan di atas hanyalah sebagai contoh

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq dan keberkahan-Nya kepada kita semua. Dan semoga pemaparan singkat ini dapat berguna bagi saya pribadi dan setiap orang yang mendengar atau membacanya. Tak lupa, bila pemaparan diatas ada kesalahan, maka hal itu datang dari saya dan dari setan, sehingga saya beristighfar kepada Allah. Dan bila ada kebenaran, maka itu semua atas taufik dan inayah-Nya

Jumat, 23 Desember 2011

Andai Aku 'Ukasyah


Mesjid penuh sesak, kaum Muhajirin beserta Anshar. Semua berkumpul setelah Bilal memanggil mereka dengan suara adzan. Rasululloh baru saja sembuh, yang membuat semua sahabat tak melewatkan kesempatan ini. Setelah mengimami shalat, nabi berdiri dengan anggun di atas mimbar. Suaranya basah, menyenandungkan puji dan kesyukuran kepada Allah yang Maha Pengasih. Senyap segera saja datang, mulut para sahabat tertutup rapat, semua menajamkan pendengaran menuntaskan kerinduan pada suara sang Nabi yang baru berada lagi. Semua menyiapkan hati, untuk disentuh serangkai hikmah. Selanjutnya Nabi bertanya.

"Duhai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang, Siapakah diantara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini, bangkitlah sekarang untuk mengambil Qisas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik".

Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Utusan Allah, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening saripati cinta. Jadi para shahabat tak akan rela - sampai kapanpun- ada yang menyentuh Rasululloh SAW meski hanya sehelai rambut beliau.

Melihat semua yang terdiam, nabi mengulangi lagi ucapannya, kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang.

Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah 'Ukasyah Ibnu Muhsin. " Saya ya Rasulalloh...."

"Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah. Saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung sampingku ucap 'Ukasyah.

Para sahabat terkejut mendengar ucapan lancang Ukasyah.

Dengan tenang, Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putri kesayangannya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin, cambuk yang dibawanya melecut tubuh kekasih yang baru saja sembuh. Namun ia juga tidak mau mengecewakan Rasulullah.

"Siapakah gerangan orang yang ingin mengqisas Rasulullah ?? " Tanya Fatimah geram setelah mengetahui maksud kedatangan Bilal. Bilal galau tidak menjawab pertanyaan Fatimah. Dia langsung mengambil tongkat Sang Nabi.

Setelah sampai, cambuk diserahkannya kepada Rasul mulia. Dengan cepat cambuk berpindah ke tangan 'Ukasyah. Masjid seketika mendengung seperti sarang lebah. Para sahabat gelisah melihat Sang Junjungan diperlakukan kurang sopan. Mereka tentu tidak boleh membiarkan hal ini terjadi !

Sekonyong-konyong melompatlah dua sosok dari barisan terdepan, melesat maju. Yang pertama berwajah sendu, janggutnya basah oleh air mata yang menderas sejak dari tadi, dia lah Abu Bakar. Dan yang kedua, sosok pemberani, yang ditakuti para musuhnya di medan pertempuran, Nabi menyapanya sebagai Umar Ibn Khattab. Gemetar mereka berkata:

"Hai 'Ukasyah, pukullah kami berdua, sesuka yang kau dera. Pilihlah bagian manapun yang paling kau ingin, qisaslah kami, jangan sekali-kali engkau pukul Rasul"

"Duduklah kalian sahabatku, Allah telah mengetahui kedudukan kalian", Nabi memberi perintah secara tegas. Ke dua sahabat itu lemah sangsai, langkahnya surut menuju tempat semula. Mereka pandangi sosok 'Ukasyah dengan pandangan memohon. 'Ukasyah tidak bergeming.

Melihat Umar dan Abu Bakar duduk kembali, Ali bin Abi thalib tak tinggal diam. Berdirilah ia di depan 'Ukasyah dengan berani.

"Hai hamba Allah, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan qisas Rasul, inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apapun, deralah aku"

"Allah Swt sesungguhnya tahu kedudukan dan niat mu duhai Ali, duduklah kembali" Tukas Nabi.

"Hai 'Ukasyah, engkau tahu, aku ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rasulullah, kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya mengkisas Rasul juga", kini yang tampil di depan U'kasyah adalah Hasan dan Husain. Tetapi sama seperti sebelumnya Nabi menegur mereka. "Duhai penyejuk mata, aku tahu kecintaan kalian kepadaku. Duduklah".

Masjid kembali ditelan senyap. Banyak jantung yang berdegup kian cepat. Tak terhitung yang menahan nafas. 'Ukasyah tetap tegap menghadap Nabi. Kini tak ada lagi yang berdiri ingin menghalangi 'Ukasyah mengambil kisas. "Wahai 'Ukasyah, jika kau tetap berhasrat mengambil kisas, inilah ragaku," Nabi selangkah maju mendekatinya.

"Ya Rasul Allah, saat engkau mencambukku, tak ada sehelai kainpun yang menghalangi lecutan cambuk itu. Bukalah bajumu ...".Para sahabatpun semakin geram dengan prilaku Ukasyah...

Tanpa berbicara, Nabi langsung melepaskan ghamisnya yang telah memudar. Dan tersingkaplah tubuh suci Rasulullah. Seketika pekik takbir menggema, semua yang hadir menangis pedih.

Melihat tegap badan manusia yang dimaksum itu, 'Ukasyah langsung menanggalkan cambuk dan berhambur ke tubuh Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, sepuas keinginannya ia ciumi punggung Nabi begitu mesra. Gumpalan kerinduan yang mengkristal kepada beliau, dia tumpahkan saat itu.

'Ukasyah menangis gembira, 'Ukasyah bertasbih memuji Allah, 'Ukasyah berteriak haru, gemetar bibirnya berucap sendu, "Tebusanmu, jiwaku ya Rasul Allah, siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka".

Dengan tersenyum, Nabi berkata: "Ketahuilah duhai manusia, siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini". 'Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah.

Subhannallah .... Andai Aku Ukasyah ....
tentu aku menjadi salah satu yang menemani Rasul di surga".

Rabu, 23 November 2011

Sudah Terujikah Iman Kita

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
 
 
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
 
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?
 
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah iman yang kita miliki yaitu Surga sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat. 
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
 
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري)
 
 ... Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya... (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202).
Cobalah kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memper-hatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapanya atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada?
 
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeda-beda.
Dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu kita:
 
Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat 106).
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Shallallaahu alaihi wa salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berat itupun dijalankannya.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita tauladani, karena sebagaimana kita rasakan dalam kehidupan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutup seluruh aurat) secara tegas untuk membedakan antara wanita Muslimah dan wanita musyrikah sebagaimana firmanNya:
Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mumin” “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab, 59).
Namun kita lihat sekarang masih banyak wanita Muslimah di Indonesia khususnya tidak mau memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kampungan, tidak modis, atau beranggapan bahwa jilbab adalah bagian dari budaya bangsa Arab. Ini pertanda bahwa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberikan ancaman kepada para wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam sabdanya:
 
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا. (رواه مسلم).
 
“Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang berlenggak-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium wanginya”. (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).
Yang kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi pada Nabi Yusuf Alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar di Mesir yang mengajaknya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbuka, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah mengunci seluruh pintu rumah. Namun Nabi Yusuf Alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia berhasil meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini artinya ia telah lulus dari ujian atas imannya.
Sikap Nabi Yusuf Alaihissalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan obat-obat terlarang sudah merambah berbagai lapisan masyarakat, sampai-sampai anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar pun sudah ada yang kecanduan. Perzinahan sudah seakan menjadi barang biasa bagi para pemuda, sehingga tak heran bila menurut sebuah penelitian, bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya enam dari sepuluh remaja putri sudah tidak perawan lagi. Di antara akibatnya setiap tahun sekitar dua juta bayi dibunuh dengan cara aborsi, atau dibunuh beberapa saat setelah si bayi lahir. Keadaan seperti itu diperparah dengan semakin banyaknya media cetak yang berlomba-lomba memamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gairah seksual para remaja. Pada saat seperti inilah sikap Nabi Yusuf Alaihissalam perlu ditanamkan dalam dada para pemuda Muslim. Para pemuda Muslim harus selalu siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Kiamat nanti sebagaimana sabdanya:
 
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ ... وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ... (متفق عليه).
 
“Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam lindungan-Nya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, .. dan seorang laki-laki yang diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah…” (HR. Al-Bukhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayaan, juz 7 hal. 120-121).
Yang ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihissalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tidak tersisa sedikitpun untuk biaya pengobatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, sampai pada saat yang sangat sulit sekali baginya ia memelas sambil berdo’a kepada Allah:
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayuub ketika ia menyeru Tuhan-nya;” Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 51).
Dan ketika itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihissalam untuk menghantamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 hal. 52). Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia merasa menderita dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya. Iman seperti ini jelas tidak dimiliki oleh banyak saudara kita yang tega menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekantong beras dan sebungkus sarimi, karena tidak tahan menghadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa bila dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihissalam ini.
 
Sidang jamaah rahima kumullah
Yang keempat: Ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah n di akhir tahun ketujuh kenabian, ketika orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir z dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah selama periode Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendorkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam.
Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang akibat kedengkian orang-orang kafir, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umat Islam di daerah-daerah lain. Umat Islam di Indonesia khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orang-orang yang membenci Islam dan kaum Muslimin. Sungguh menyakitkan memang di satu negeri yang mayoritas penduduknya Muslim terjadi pembantaian terhadap kaum Muslimin, sekian ribu nyawa telah melayang, bukan karena mereka memberontak pemerintah atau menyerang pemeluk agama lain, tapi hanya karena mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ, tidak jauh berbeda dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:
“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.
Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah.
Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang berada di daerah lain, bisa mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, karena dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (Muhammad: 7).
 
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ. وَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
 
 
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.
 
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!
Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :
 
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ. (رواه الترمذي، وقال هذا حديث حسن غريب من هذا الوجه).   
Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan diberikan olehNya kepada kita.  Amin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ كُلِّ صَحَابَةِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِلْعَمَلِ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ.
اَللَّهُمَ لاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لاَ يَخَافُكَ فِيْنَا وَلاَ يَرْحَمُنَا.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Mentradisikan Doa Untuk Saudara

H. Akbar
Ketua BaZIS Ciomas

“Ada empat doa yang tidak tertolak, yaitu doa orang yang berhaji hingga ia kembali, doa orang yang berjihad hingga selesai, doa orang yang sakit hingga sembuh, dan doanya seseorang terhadap saudaranya tanpa sepengetahuannya. Adapun doa yang paling cepat diterima di antara doa-doa tersebut adalah doa seseorang kepada saudaranya tanpa sepengetahuannya.” (Riwayat Ad-Dailami dari Ibnu Abbas)
Pada dasarnya semua doa tidak ada yang tertolak, kecuali doanya orang yang ragu, yang tidak sungguh-sungguh, dan sombong. Allah Subhanahu wa Ta’ala tentu tidak mengabulkan doa mereka karena mereka sendiri tidak percaya, setengah hati, bahkan masih membanggakan diri.
Ada empat alternatif bagi setiap doa. Pertama, doa itu dikabulkan Allah pada saat itu juga. Misalnya, banyak orang sakit yang meminta kesembuhan lalu Allah sembuhkan beberapa saat kemudian.
Kedua, doanya diterima tapi ditangguhkan menunggu saat yang tepat. Boleh jadi seseorang yang berdoa sangat menginginkan agar doanya segera terkabul, tapi menurut Allah justru jika dikabulkan sekarang kurang baik akibatnya. Karena itu, seorang mukmin tetap harus yakin bahwa doanya pasti diterima, adapun mengenai waktunya, serahkan sepenuhnya kepada Allah.
Ketiga, doanya diterima tapi digantikan dengan yang lebih baik. Manusia boleh menyangka bahwa doanya itu sudah benar, baik bagi dirinya, agamanya, maupun untuk lingkungannya. Tapi, yang paling tahu akibatnya adalah Allah. Dialah yang mengetahui yang nyata dan yang gaib, yang paling tahu sekarang dan nanti. Boleh jadi jika doa kita dikabulkan apa adanya justru berakibat buruk bagi kita, berakibat tidak baik bagi agama, dan bagi lingkungan. Terhadap doa seperti ini, Allah sering menggantikannya dengan yang lebih baik.
Keempat, doa tersebut benar-benar ditangguhkan sampai hari akhirat. Sebagai seorang mukmin kita hanya bisa berserah diri kepada Allah dengan berdoa dan berikhtiar, selebihnya Dialah yang menentukan. Jika doa kita tidak dikabulkan di dunia, percayalah bahwa doa itu menjadi investasi kita di akhirat. Justru kita khawatir jika bagian kita diberikan semua di dunia, lalu untuk akhiratnya kita tidak memiliki bekal apa-apa. Na’udzu billah.
Banyak penjelasan dalam Hadits Nabi yang merujuk doa yang mustajabah, sebagaimana dicantumkan di atas. Yang perlu dicatat bahwa di antara empat doa yang mustajabah tersebut ada yang paling cepat diterima, yaitu doanya seorang kepada saudaranya tanpa sepengetahuannya.
Di sekeliling kita banyak saudara kita yang sering menyakiti hati kita, baik melalui sikap maupun pernyataannya. Lalu apa tindakan kita? Membalas dengan mencacinya? Adalah kesempatan bagi kita jika berada dalam situasi seperti itu untuk memaafkan dan mendoakan kebaikannya. Bisa jadi melalui doa kita mereka mendapat hidayah, lalu menjadi berperilaku baik. Bukankah yang demikian itu ladang amal kebaikan bagi kita?
Ada pula teman baik kita yang senantiasa memotivasi, dan membantu setiap kesulitan kita. Mereka juga memerlukan doa-doa kita. Tanpa sepengetahuannya, kita sebut namanya, lalu kita doakan untuk kebaikannya. Bukankah doa seperti ini dikabulkan dan paling cepat diterima Allah?
Banyak pula teman kita yang sedang mengalami kesulitan, mendapatkan musibah dan ujian hidup. Kepada mereka, tanpa sepengetahuannya kita mendoakannya agar dijauhkan dari musibah, dihindarkan dari ujian yang memberatkannya, dan diberi keselamatan, kesehatan, dan kesuksesan dalam hidupnya.

Senin, 21 November 2011

Tekan Angka Kemiskinan dengan Memberdayakan Potensi Alam dan Zakat!

Rantai kehidupan dapat berjalan dengan harmonis, jika ekosistem makhluk hidup terjaga. Olehnya itu, potensi alam tercipta untuk diberdayakan, dan manusia sebagai khalifah (pengemban amanah) difasilitasi kecerdasan dan kemampuan oleh Sang Maha Pencipta untuk mengelola sumber daya tersebut. Hukum seperti ini telah disuarakan Islam dalam pelbagai asas mendasar sebagaimana berikut:
a. Sumber daya alam
Islam membuka pintu selebar-lebarnya kepada mereka yang ingin memberdayakan potensi alam. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi, dan Kami adakan bagimu di muka bumi sumber penghidupan. Amat sedikit dari kalian yang bersyukur.” (QS. al-A’raf [7]: 10)
Dan firman-Nya juga:
Dan Kami telah menghamparkan bumi, menjadikan di atasnya gunung-gunung, dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu dengan penuh keseimbangan. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan Kami menciptakan pula makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.” (QS. al-Hijr [15]: 19-20)
Segala ketergantungan hidup manusia ada di atas dan di perut bumi. Tentunya, pemberdayaan sumber tersebut memerlukan pengetahuan alam yang cukup. Pihak pengelola bukan hanya dibekali ilmu tambang, manajemen dan bisnis. Akan tetapi, mereka juga harus tahu tabiat alam itu sendiri, dan tujuan penciptaannya.
Komunitas tumbuhan yang ada di hutan belantara sana tercipta untuk menjaga atmosfir dari polusi udara. Mereka menghirup udara kotor, membuat zat makanan lewat sel-sel (kloroflas daun) dengan bantuan energi matahari (fotosintesis), serta mengganti oksigen, hasil fotosintesis, yang telah dihirup manusia tiap detiknya dengan oksigen baru. Dan pastinya, mekanisme kerja seperti ini bukti nyata bahwa mereka tercipta untuk menyatakan kebesaran dan kehebatan kekuatan Allah SWT.
Olehnya itu, tidak berupaya melestarikan hutan setelah digunduli merupakan kezhaliman tersendiri terhadap komunitas mereka. Bukankah mereka tercipta untuk menjadi penyampai isyarat-isyarat ketuhanan, petunjuk keindahan dan keagungan zat ilahi?
Di samping itu, Setiap makhluk beribadah kepada Allah SWT sesuai dengan fitrah mereka masing-masing. Daun mereka mengatup dan terbuka, dahan-dahan bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti sinar matahari, sel-sel daun (kloroflas) terbuka lebar setiap kali angin datang membawa zat-zat makanan, mengeluarkan suara sesuai dengan volume angin yang menggerakkannya, dan memberi teduh kepada mereka yang berlindung dari terik sinar matahari, menyuguhkan buah kepada mereka yang ingin menjaga keseimbangan tubuh.
Maka dari itu, mencampakkan mereka setelah ditebang secara serampangan tanpa ada upaya pelestarian kembali merupakan kezhaliman tersendiri. Bukankah mereka bertasbih kepada Allah SWT dengan gerakan-gerakan tersebut? Mereka menyuarakan tasbih sesuai dengan apa yang tercantum dalam firman-Nya berikut ini:
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. al-Isra’ [17]: 44)
Hemat penulis, segala potensi alam yang terhampar di permukaan dan di kerak bumi, dengan berdasarkan ayat-ayat di atas, mereka seperti menyeru Anda dan berkata: “Aku tidak pernah menunjukkan pembangkangan dan kecongkakan setiap kali Anda ingin mengambil manfaat dariku, bahkan saya, dengan sunnatullah, menjaga atmosfir bumi, tempat manusia melangsungkan kehidupan, dan memberi zat-zat makanan demi kelangsungan hidup kalian. Silakan Anda menikmati pelbagai fasilitas ilahi tersebut, tetapi lestarikan aku setelah itu, sehingga generasi kami tidak terputus, mereka tetap bertasbih, dan menjadi bukti nyata keesaan Allah SWT, sama seperti apa yang Anda telah lakukan!”
b. Islam dan fitrah manusia dalam memperoleh penghidupan
Fitrah manusia ingin harta, tolak punggung kelangsungan hidup mereka. Islam tidak memusuhi harta. Sadar akan hal tersebut, syariat telah melegitimasi hukum tertentu dalam perolehan harta, sehingga fitrah manusia tidak terkotori dengan penyalahgunaan hak memperoleh dan mempergunakan harta tersebut. Ini semua dapat disimak dengan jelas dalam pelbagai ayat berikut ini:
Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu!”(QS. an-Nisa’ [4]: 29)
Dan firman-Nya juga:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan! Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 168)
Dan firman-Nya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang berjuang di jalan Allah SWT. Itu suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. at-Taubah [9]: 60)
Jika ada yang bertanya: “Kenapa saya wajib peduli kepada mereka, bukankah harta itu hasil jerih payah sendiri? Kenapa setiap hasil usaha tersebut diwajibkan atasnya zakat, bukankah itu saya peroleh setelah mengeluarkan biaya banyak dan tenaga? Apakah ini sebuah keadilan?” Maka jawabannya seperti ini:
Anda boleh bertanya seperti itu, tetapi Anda diharap memahami hakikat ini: apa yang Anda punya bukan milik Anda sepenuhnya, itu titipan Allah untuk menjadi sarana kebaikan antar sesama. Bukankah harta itu kadang hilang, meski Anda telah menjaga dan menyimpannya di tempat yang aman? Di dalam harta itu ada hak orang yang tidak mampu, karena proyek kehidupan menuai hasil dengan bantuan doa-doa mereka. Bukankah proyek tersebut kadang tidak mendatangkan hasil? Pada harta tersebut ada obat yang dapat menjaga kesenjangan masyarakat antara yang kaya dan miskin. Bukankah kehancuran Fir’aun, Qarun dan para pemilik harta akibat kesombongan, ketamakan, dan menghardiki fakir miskin. Harta yang ada di tangan sarana efektif beramal baik, dan menghilangkan kesenjangan sosial di antara lapisan masyarakat.
Islam telah mengatur hukum zakat dari pelbagai sumber penghasilan. Dan kepada mereka yang sumber penghasilannya ada pada perut bumi, syariat telah menentukan kadar zakat sebagaimana berikut ini:
No.Jenis TambangNisabKadar ZakatWaktu PenyerahanKeterangan
1Tambang emassenilai 91,92 gram emas murni2,5%Tiap tahun
2Tambang perakSenilai 642 gram perak2,5%Tiap tahun
3Tambang selain emas dan perak, seperti platina, besi, timah, tembaga, dsb.Senilai nisab emas2,5%Ketika memperolehMenurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikategorikan zakat perdagangan).
4Tambang batu-batuan, seperti batu bara, marmer, dsb.Senilai nisab emas2,5 KgKetika memperolehMenurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikategorikan zakat perdagangan).
5Tambang minyak gasSenilai nisab emas2,5 KgKetika memperoleh

c. Fungsi sosial zakat
Islam sejak dari awal menanamkan akar cinta zakat dalam pribadi umat dengan menjelaskan aneka ragam buah yang bisa dipetik dari kewajiban tersebut, di antaranya:
1. Menghilangkan rasa dengki dan hasut:
Rasul Saw telah memperingatkan umatnya terhadap sifat buruk tersebut dalam sabdanya:
Waspadalah kalian semua dari kedengkian. Sesungguhnya sifat itu memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar. [[1]]  
2. Terciptanya kesejahteraan manusia demi terwujudnya kelangsungan hidup mereka:
Di sini, Islam selaku pelindung masyarakat miskin dengan begitu jelas mewajibkan zakat, mengharamkan riba, dan beberapa masalah lain lagi yang dapat mengancam keberadaan manusia.
3. Menumbuhkembangkan rasa kasih sayang dan hormat antara fakir-miskin dan para pelaksana zakat:
Hakikat tersebut telah dikukuhkan dalam pernyataan monumental Bediuzzaman Said Nursi berikut ini: Mustahil tercapainya kehidupan damai dan rukun dalam masyarakat, kecuali dengan menjaga keseimbangan antara orang-orang kaya (al-khawâsh) dan para fakir-miskin (al-awâm). Maka dengan dasar balans ini akan terbina rasa iba orang kaya terhadap orang miskin, serta taat dan hormat orang miskin terhadap orang kaya.[[2]]  
Penjabaran hakikat tersebut merupakan bias dari cahaya sabda Rasul Saw di bawah ini:
“Zakat adalah jembatan Islam.” [[3]]
Hemat saya, hilangnya keseimbangan sosial antara orang-orang kaya dan para fakir-miskin adalah pemicu utama dari segala bentuk ketimpangan sosial dalam suatu lingkungan.
Kenyataan ini lebih jelasnya lagi dapat kita simak lewat laporan Sekjen Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sebuah konferensi tingkat tinggi, berikut ini hasil laporannya:
Melonjaknya ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan tingkat global pada dekade terakhir ini sebab utamanya adalah meningkatnya secara drastis kesenjangan antara negara kaya dan miskin. Persentase Angka pendapatan tertinggi masyarakat kaya di 20 persen dari populasi dunia dengan rata-rata pendapatan masyarakat paling miskin di 20 persen dari jumlah penduduk berbanding 60:1 di tahun 1990 menjadi 78:1 di tahun 1994. Angka ini menunjukkan bahwa 20 Persen masyarakat miskin dari populasi dunia hanya mendapatkan 1,1 persen dari jumlah keseluruhan pendapatan dunia, tentunya itu mengindikasikan adanya penurunan proporsi pendapatan mereka yang sebelumnya 1,4 persen  pada tahun 1991. [[4]
Di akhir tulisan singkat ini, saya mengajak pembaca budiman untuk menarik kesimpulan di bawah ini:
“Syariat mempersilakan kepada siapa saja yang punya kemampuan untuk mengelola sumber daya alam. Tetapi, ingat hak mereka dengan melakukan pelestarian, sehingga ekosistem kehidupan terjaga, dan ingat pula masyarakat miskin, di harta tersebut ada hak mereka!.”

Catatan Kaki:
 [[1]] Hadits ini diriwayatkan Abû Hurairah. [Abû Daûd, Sulaemân bin al-Asyas as-Sajastânî, Sunan Abî Daûd, dikomentari haditsnya oleh Muhammad Nâshir ad Dîn al-Albânî, Maktabah al-Ma'ârif, Riyadh, Cet. II, 1424 h, no. Hadits: 4903, hlm. 887]
 [[2]] Bediuzzaman Said Nursi, ­al-Kalimat, dialihbahasakan oleh Ihsân Qâsim as-Shâlihî, Dar Sôzler, Kairo, cet. II, 1995, hlm. 473
 [[3]] Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tabrânî di Mu’jam al-Awsat dan al-Kabîr dari Abî ad-Darda’ dari Nabi Saw, akan tetapi dalam sanadnya terdapat baqiyyah, salah seorang al-Mudallisin (perawi yang sering kali menyembunyikan nama perawi tempat ia mengambil hadits, atau menjatuhkan salah satu bagian dari matan hadits (teks), dan diriwayatkan juga oleh Ishâq bin Râhawaehi di Musnadnya, dan di sanadnya terdapat ad-Dahhâq bin Hamzah yang lemah periwayatannya. [Lihat: al-Ajalûnî, Ismâil bin Muhammad, Kasyfu al-Khafa' wa Muzîl al-Ilbâz ammâ Isytahara min al-Ahâdits ala al-Sinati an-Nâs, vol. I, No. hadits: 1416]
 [[4]]   Laporan Sekjen dewan ekonomi dan sosial PBB, Krisis Moneter dan Ekonomi, dan Pengaruhnya terhadap Pembangunan, disampaikan pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang digelar pada tanggal 24-26 juni 2009, hlm. 4-5