Di zaman Rasulullah Saw, para sahabat dan tabi’in, zakat selalu dikelola oleh petugas khusus yang mengatur pengambilan maupun pendistribusiannya. Dengan demikian, zakat bukan sekadar amal yang bersifat karikatif (kedermawanan), tetapi suatu kewajiban yang bersifat otoritatif (ijbari).
Dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60 dan At-Taubah ayat 103 jelas sekali diungkapkan bahwa zakat itu harus diambil oleh lembaga yang punya otoritas kekuasaan. Pernyataan Abu Bakar Shiddiq ketika menjadi khalifah beliau menyatakan; “Demi Allah saya akan memerangi orang yang memisahkan antara zakat dengan shalat.” Di zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, zakat berperan dalam mengentaskan kemiskinan. Pada masa itu pengumpulan zakat berada di bawah kewenangan negara dan peran negara yang tegas dalam pengelolaan zakat.
Mengabaikan peran negara dalam pengelolaan zakat adalah bertentangan dengan prinsip syariah yang menghendaki keteraturan dan ketegasan hukum. Analoginya pada shalat sunnah silahkan dilakukan dimana saja dan tidak ada sanksi apapun bagi orang yang tidak mengerjakan shalat sunnah. Tetapi shalat fardhu, Rasulullah dalam rangka membangun kesatuan umat Islam di Madinah menerapkan disiplin yang ketat terhadap orang-orang yang mengerjakan shalat fardhu tidak berjamaah di masjid, tanpa alasan yang dapat diterima.
Kita komunitas zakat di Indonesia selalu merujuk contoh pengelolaan zakat yang baik itu di Malaysia, Singapura, Brunei, Kuwait, Saudi Arabia, dan lainnya. Peran negara sangat dominan dan sentral. Sekiranya ada persoalan terkait dengan kinerja institusi resmi, maka tugas dakwah untuk memperbaikinya demi kemaslahatan umat. Di negara-negara tersebut penghimpunan dan pengelolaan zakat berjalan dengan baik karena adanya dukungan penuh dari masyarakat terhadap institusi yang ada.
Di negara kita pengelolaan zakat sejak 1999 telah diatur dengan Undang-Undang. Hal itu tercapai setelah sekian lama diperjuangkan oleh para pemimpin Islam dalam beberapa periode pemerintahan. Tugas kita sekarang adalah melaksanakan undang-undang sesuai dengan peran masing-masing, sehingga keteraturan, kesatuan sistem dan kepastian hukum dalam tata kelola zakat yang amanah akan terwujud.
Undang-Undang Pengelolaan Zakat Tahun 2011 bertujuan untuk meningkatkan kemajuan perzakatan di tanah air dengan menata kelembagaan dan memperbaiki sistem koordinasi yang lemah selama ini. Tidak ada yang langsung sempurna dan tercapai sekaligus dalam perjuangan di dunia ini. Sebagaimana ungkapan mutiara hikmah dari Imam Ibnu Atha'ilah, penulis kitab Al-Hikam yang termasyhur, ”Bahwa Allah Swt menyelamatkan satu per satu, tidak sekaligus.”
Wallahu a’lam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar